Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
JAKARTA || Bedanews.com – Didasari pemahaman konstitusi hal fungsional jabatan presiden, satu diantaranya untuk memimpin pada sektor kebutuhan penegakan hukum (law enforcement) yang berkepastian di Negara RI tanpa pandang bulu (equal).
Oleh karenanya, Prabowo Subianto/PS selaku presiden tidak anomali, menolak praktik diskriminatif hukum dalam kepemimpinannya, melainkan mesti melulu patuh konstitusi (obedient), termasuk penegakan hukum terhadap eks presiden yang dikenali sosok “brutal”, pembohong, dengan aset moral kelicikan yang dia miliki, sehingga mengkerdilkan semua norma hukum positif saat berkuasa, sehingga Jokowi preseden mengabaikan konstitusi (disobedient) UUD 1945.
Namun, walau Jokowi sudah tidak lagi memiliki kekuasaan politik lagi di negara ini, realitanya amat kentara disektor (law enforcement) yang PS terapkan, khususnya terkait dugaan publik bahwa Ijazah S1 yang digunakan oleh Jokowi adalah palsu atau Jokowi bukan Insinyur yang lulus dari fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM). Namun PS, tidak atau belum membuahi kepastian hukum, apakah dari sisi politik memang memiliki daya guna? Walau dari teori hukum jelas terhadap dugaan Ijazah palsu ini merupakan delik biasa, sehingga faktor proses hukum dapat dimulai oleh penyidik tanpa perlu adanya lebih dulu pelaporan dari Publik. Termasuk Perbuatan Gibran yang dituduh publik selaku pemilik akun Kaskus dengan nama samaran fufu fafa, yang menghinakan diri dan keluarganya, namun tidak melaporkan Gibran, atau dengan pola mengizinkan pihak kerabat yang bersinggungan dengan isi kotor konten “Gibran” untuk melaporkan (delik aduan) terhadap pemilik akun fufu fafa dimaksud.