Natalria mempertanyakan langkah Polda Kalbar yang menerima permohonan Restorative Justice dari Iwan Darmawan. Dalam kesepakatan yang dicapai, sejumlah uang dikembalikan kepada Iwan, meski ia tidak mengalami kerugian langsung. Natalria merasa diabaikan dalam proses ini, dan menganggap prosedur yang diambil bertentangan dengan Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 yang mengharuskan pemulihan hak-hak korban sebagai inti dari keadilan restoratif. Ia juga menyebutkan bahwa pendekatan ini melanggar Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024 yang mensyaratkan keterlibatan korban dalam Restorative Justice.
Sejak kesepakatan damai itu disetujui pada Agustus 2024, Natalria mengaku tidak lagi menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang biasanya diperolehnya secara rutin. Selain itu, ia merasa Polda Kalimantan Barat menutup informasi mengenai penghentian penyidikan yang diputuskan berdasarkan kesepakatan dengan pelapor yang bukan korban. Hal ini, menurut Natalria, mengundang kecurigaan adanya keberpihakan yang memengaruhi penanganan kasusnya.