Yemi Sudibjo, di Kota Bandung siapa tak kenal namanya. Apalagi di dunia rancang merancang busana. Dialah perancang busana yang karya-karya dan designnya sudah tembus pasaran Asia dan Eropa.
Di Asia, karyanya sudah dikenal di Brunai, Thailand, India, Hongkong dan Malaysia. Batik Cirebon dan kain Tenun Lombok sering diangkat pada designnya, diperkenalkannya hingga mendunia. Negara seperti Jerman dan Italia sudah dirambahnya dari pameran busana kelas dunia di Roma.
Siapa sangka pekerjaan masa lalu sang designer ini sama sekali tak menyentuh hal- hal “berbau wanita”. Ia seakan ditakdirkan selalu menjadi satu-satunya wanita dalam lingkaran kaum pria. Setelah menikah pun menjadi satu-satunya wanita di dalam keluarga karena ke tiga puteranya semua pria.
Berikut adalah kisahnya. Sebagaimana biasa, penulis menuangkan profilnya dari sisi yang berbeda.
Sejak remaja Yemi memang tomboi
Namun hatinya lembut bak angin sepoi
Tampilannya yang cowboy
Tapi ia wanita tulen yang romantis yang amat indehoy
“Kenakalannya” jadi wanita perkasa yang tak mengenal takut mengemudi bemo, dump truk, motor besar, traktor, truk gandengan, sampai beko, seakan berbanding terbalik dengan suara hatinya yang amat penakut jadi wanita yang lama menjomblo.

Dalam lubuk hatinya ada semacam phobya, “ketidakfemininanya akan membuat kaum pria menjauhinya”. Namun ketakutannya itu sirna sudah saat ia dilamar teman satu proyeknya yang asal Solo. Akhirnya di usia 26 tahun Yemi melepas masa lajangnya dan resmi menjadi nyonya Hari Sudibjo.
Terlahirkan sebagai anak tertua dari empat bersaudara, dua wanita dan dua pria, sejak kecil hingga dewasa, Yemi tumbuh sebagai wanita perkasa melebihi keperkasaan 2 adik laki-lakinya. Di proyek tempatnya bekerja, ia sama sekali tak merasa risi menjadi satu-satunya wanita yang semuanya pria. Namun dia tetap seorang wanita tulen yang kelembutan hatinya melebihi seorang wanita biasa. Lembut hatinya, selembut sutra.
Bagaimana tidak perkasa, aktivitasnya membuat kita geleng-geleng kepala. Dari cara berjalannya yang tidak bisa gemulai seperti layaknya seorang wanita, apa yang lazim dilakukan kaum pria ia pun bisa melakukannya.
Itulah yang membuatnya gagal diterima menjadi pramugari dari semua maskapai penerbangan yang pernah dilamarnya. Hanya satu kegagalannya, yaitu “cara berjalannya masih gagah perkasa”.
Hobby dan aktivitasnya yang menyukai olahraga, mungkin dari gemblengan ayahandanya yang selain jadi abdi negara di kantor perpajakan juga menjadi pelatih olahraga. Sempat menjadi atlet berprestasi se-Jabodetabek pada salah satu cabang olah raga, yaitu tenis meja.
Setelah gagal masuk Universitas Indonesia yang jadi favoritnya, Yemi memutuskan untuk bekerja. Walau gagal jadi pramugari di semua maskapai namun di perusahaan asing sekali melamar langsung diterima. Perusahaan yang bergerak dalam proyek pembangunan pabrik mobil, pembangunan lapangan golf di Karawang, Serpong dan Bogor tempatnya bekerja merupakan perusahaan asing asal Jepang, Korea dan Amerika.

Menjadi karyawati perusahaan yang mengerjakan pembangunan proyek-proyek raksasa, memungkinkan wanita kelahiran Jakarta ini sering terjun ke lapangan dan menjadi primadona di tengah pegawai pria.
Tingkah polahnya selama ini ternyata tak luput dari pandangan seorang Hari Sudibjo yang diam-diam mengguratkan cinta. Seakan tak percaya, Yemi menerima lamarannya, karena “tukang insinyur” itu benar-benar kepincut dengan gaya perkasa pujaannya serta menerima apa adanya.
Kekhawatirannya akan menjomblo lama, tak terbukti nyata. Setelah setahun menikah lahirlah berturut-turut putra-putranya. Sejarah berulang, seperti kala remaja, kembali Yemi menjadi satu-satunya wanita di tengah kaum pria. Bedanya dulu di tempat kerja sekarang menjadi satu-satunya wanita di tengah keluarga, karena ketiga puteranya yang dilahirkannya kesemuanya berjenis kelamin pria.
Perasaannya begitu membuncah dan berbunga saat hamil pertama. “Baby blue” menyelimuti jiwanya yang telah menjadi wanita dan pasangan yang sempurna. Tanpa pikir panjang lagi puteri sulung pasangan Ahmad Hidayat dan Tety Setiasih ini pun rela melepas kariernya dengan berhenti bekerja.
“Rezeki itu tidak kemana-mana. Sudah ada yang mengaturnya. Maka saya yakin untuk berhenti bekerja dan memutuskan menjadi ibu rumah tangga,” ujarnya dengan gaya bicara penuh canda.
Keyakinannya berhenti bekerja, justru mengantarkannya menjadi seorang pengusaha. Kesuksesan demi kesuksesan diraihnya tanpa sengaja. Langkah awal suksesnya dimulai dengan puteranya. Dari balita puteranya sudah menjadi mesin pencetak uang bagi keluarga. Dari berbagai kontes balita yang diikutinya membuat sang putera sering dijadikan bintang iklan produk makanan, minuman atau fesyen balita di berbagai media.

Dan memang, Nyonya Sudibjo ini begitu menikmati menjadi seorang ibu dengan memperhatikan tumbuh kembang putera-puteranya. Ketiga buah hatinya Robby, Reshar dan Rwen dari SD sampai SMP dimasukkan ke sekolah yang berbasis agama.
“Saya ingin dalam jiwa anak-anak dari kecil sudah tertanam pendidikan agama. Bila sudah tertanam kuat saya bisa melepasnya dengan rela dan membebaskan mereka menentukan pilihan hidupnya. Saya serahkan pada Yang Kuasa masa depan anak-anak saya,” jelasnya.
Awal mula terjun di dunia rancang merancang busana, bermula dari kesulitannya mendapatkan busana yang sesuai dengan ukuran tinggi badannya. Dengan tinggi badan 175 cm, wanita berdarah Banten ini merasa sulit mendapatkan busana yang pas ukurannya. Akhirnya keputusannya untuk membuat sendiri busana yang sesuai selera dan keinginannya inilah yang mengantarkannya ke gerbang kesuksesan secara tak sengaja.
Kawan-kawan dekatnya yang menjadi pelanggannya, yang tadinya hanya di kalangan terbatas, karena menyukai desain dan modelnya, lama kelamaan kian meluas. Apalagi dengan berbagai organisasi yang diikutinya, seperti Vice Presiden Lions Club Tohaga Bandung, Bendahara Umum IPEMI (Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia) Kota Bandung, dan anggota APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia), membuat karya-karyanya kian memberi warna antara jiwa dan karya yang amat kontras.
Ya, Yemi yang dulu dan yang sekarang memang berbeda. Dulu langkahnya tegap gagah perkasa. Seperti hari ini pada suatu senja, ia mengenakan busana muslimah dari kain ceruty bercorak abstrak dengan hijab panjang menjuntai sampai lututnya.
Penampilannya begitu lembut dan feminin, berbicara penuh canda yang jadi ciri khasnya. Walau aktif di berbagai organisasi yang diikutinya, tetap berusaha menjadi ibu rumah tangga yang sempurna dari ketiga puteranya, isteri yang baik dari suami yang seorang pengusaha, juga sukses menjadi seorang designer muda yang karyanya bisa mendunia. Yang membawa harum Indonesia.
Satu Moto hidupnya, “lakukanlah segala sesuatu dengan hati, maka di situ Allah memberi rezeki dan kita pasti akan happy,” ujarnya mengungkapkan kunci suksesnya menjalani tahap demi tahap kehidupannya yang memang jadi terbukti. ***