Ibarat buah simalakama, di makan bapak mati tidak di makan ibu mati. Itulah peribahasa yang menggambarkan para pengusaha saat ini yang mengalami dilema yang sangat berat. Di saat perekonomian mengalami keterpurukan disebabkan karena pandemi Covid-19, pengusaha dituntut untuk tetap menaikkan UMKM 2021 yang akan segera tiba.
Dilansir Portal Bandung Timur Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Bandung menolak penetapan upah minimum kabupaten (UMKM) Bandung 2021 sebesar Rp. 3.241.929 perbulan. Dalam rapat Dewan pengupahan Kabupaten Bandung telah merekomendasikan kenaikan sebesar 8.51 persen.
Dikatakan pimpinan cabang (SPSI) Kabupaten Bandung, Uben Yunara pihak pemprov Jabar melalui keputusan Gubernur No.561/Kep.774-Yanbangsos /2020 tentang upah minimum kabupaten /kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 menetapkan upah minimum kabupaten (UMK) Bandung 2021 sebesar Rp 3.241.929 per bulan.
Sebelumnya, besaran UMK Kabupaten Bandung 2020 sebesar Rp 3.139.275. Sehingga ada kenaikan upah minimum sekitar 3,27 persen, sementara hasil kesepakatan Dewan Pengupah 8,51 persen. Angka kenaikan upah minimum 3,27 persen itu harus direvisi oleh pemerintah karena angkanya terlalu kecil, sebaiknya pada tahun ini kasih kesempatan kepada para buruh dengan kenaikan upah minimum 8,51 persen.
Alasannya kondisi ekonomi saat ini sedang berat akibat pandemi Covid-19, karena selama lima tahun ini, yang dikasihkan kepada para pekerja atau buruh tidak lebih dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Di dalam negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis kenaikan UMK yang kecil dianggap menjadi solusi terbaik. Di sini yang menjadi pertanyaan, apakah UMK kecil cukup untuk menghidupi seluruh keluarga? Di mana ada anak yang membutuhkan biaya sekolah, apalagi pada masa pandemi ini anak sekolah harus belajar dengan menggunakan kuota yang cukup banyak. Belum kebutuhan sandang, pangan serta papan juga harus terpenuhi.
Para buruh seolah-olah diperas tenaganya tanpa gaji yang memadai, belum jam istirahat yang sanggat dibatasi. Apalagi waktu untuk beribadah juga sanggat dibatasi. Pemberhentian kerja (PHK) secara sepihak juga sering dilakukan oleh perusahaan ini diakibatkan karena perusahaan ingin mengurangi karyawan. Di masa pandemi Covid-19 ini banyak perusahaan yang sudah gulung tikar diakibatkan tuntutan karyawan yang menginginkan gaji sesuai UMK, namun perusahan tidak mampu untuk memenuhinya sehingga sering terjadi penunggakan pembayaran gaji.
Itu semua adalah contoh akibat diterapkannya siatem demokrasi kapitalis. Segala permasalahan ketenagakerjaan bagaikan buah simalakama, karena perseteruan antara buruh dan pengusaha akan berlanjut dan tidak akan pernah ada solusinya. Buruh merasa berhak untuk hidup layak, tetapi pengusaha terbebani dengan tanggung jawab yang harus ditunaikan, terlebih tanggung jawab negara dibebankan kepada pengusaha. Negara hanya menjadi regulator saja, tanpa bisa menyelesaikan masalah perburuhan ini.
Berbeda dengan Islam. Islam memberi perspektif mengenai upah dan ketenagakerjaan, Islam sangat menghargai kemuliaan orang yang bekerja.
Sesuai hadist:
” Sebaik-baik manusia di antara kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain ” (HR-Bukhari dan Muslim)
Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa Islam sangat memuliakan nilai kemanusiaan setiap insan. Di dalam Islam juga tidak memandang sistem kelas atau kasta di masyarakat, begitu juga berlaku dalam memandang dunia ketenagakerjaan. Islam menjamin setiap orang bekerja memiliki hak yang setara dengan orang lain termasuk atasan atau pimpinannya. Islam mengajarkan umatnya agar selalu menghargai orang yang bekerja.
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh pihak yang memperkerjakan. Begitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para pihak yang memperkerjakan atau pihak perusahaan.
Sesuai hadist Nabi saw yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi
“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya dan beritahukan ketentuan gajinya terhadap apa yang dikerjakan”
Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya, jika terjadi penunggakan gaji pekerja hal tersebut melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.
Sebagaimana dicontohkan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab dalam langkah pemerintahannya menggunakan baytul mal untuk menyubsidi mereka yang ikut berjihad.
Oleh karena itu Islam adalah solusi yang terbaik dari berbagai macam problema kehidupan, problema upah dan ketenaga-kerjaan. Semua diselesaikan dalam Islam, tanpa kecuali. Sudah saatnya untuk kembali ke hukum Islam yang kaffah atau menyeluruh agar permasalahan kehidupan yang rumit ini segera teratasi. Wallahu a’lam bi asshawabb