SEMARANG || Bedanews.com – Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud didampingi Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III, TB. Chaerul Dwi Sapta menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Wilayah Jawa (Rakorwil Jawa) tahun 2024 yang dirangkaian dengan kegiatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), bertempat di Hotel Tentrem Semarang yang dilanjutkan di Balai Penyuluhan Pertanian Kec. Mijen, beberapa waktu lalu.
Selain Dirjen Bina Bangda, pertemuan tersebut juga dihadiri Kepala Departemen Regional dan Direktur pada Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia serta para pejabat eselon 1 dan eselon 2 dari kementerian/lembaga terkait, seperti Kemenko Perekonomian, Kementan, Kemendag dan Bappenas serta para sekretaris daerah provinsi selaku Ketua Pelaksana Harian TPID Provinsi se-Jawa, Sekda terpilih dari wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah Nusamapua, juga beberapa BUMD yang aktif berpartisipasi dalam GNPIP wilayah Jawa.
Dalam rilis yang diterima redaksi, Minggu (18/8), Rakorwil Jawa tahun 2024 dilaksanakan dengan tujuan untuk mengeskalasi isu strategis pangan di daerah ke level pusat, sehingga diharapkan dapat merumuskan rekomendasi dan kebijakan dalam rangka mendukung upaya pengendalian inflasi pangan. Sedangkan GNPIP dilaksanakan dengan tujuan untuk memperkuat upaya pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat, serta mengakselerasi capaian program unggulan GNPIP 2024.
GNPIP yang telah dilaksanakan sejak 2022 ini merupakan salah satu langkah yang digaungkan oleh Bank Indonesia dalam pengendalian sisi suplai secara lebih integratif, masif, dan berdampak nasional dalam pengendalian harga komoditas pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dengan harapkan akan mendukung pemulihan ekonomi di tengah ketidakpastian global dengan cara menjaga stabilitas inflasi pangan.
Pada kesempatan tersebut, Restuardy Daud mengingatkan tentang situasi global yang saat ini masih menjadi ancaman terhadap inflasi pangan. Krisis pangan dan energi mengakibatkan terhambatnya rantai pasok dan mahalnya biaya produksi pangan sebagai dampak dari beberapa peristiwa di antaranya adalah perang Rusia dan Ukraina serta terjadinya perubahan iklim ekstrem, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap tekanan inflasi di Indonesia.
Oleh karena itu, seluruh Pemda diminta untuk berkoordinasi terus menerus dengan kementerian/lembaga serta merumuskan beberapa solusi agar tantangan inflasi tersebut dapat diatasi.
Tak hanya itu, Restuardy juga menyoroti beberapa negara pengekspor beras yang sudah menutup keran ekspor beras mereka untuk menjaga ketersediaan kebutuhan dalam negerinya sendiri.
“Saat kita mencari sumber-sumber lain, beberapa negara yang selama ini menjadi pengekspor seperti India, Kamboja hingga Thailand sudah menutup ekspor pangan mereka. Hal tersebut menjadi tantangan Indonesia untuk menjamin kehidupan pangan, setidak-tidaknya sampai beberapa waktu ke depan yang menjadi target bersama,” jelas Daud.
Lebih lanjut, Restuardy juga mengatakan bahwa, Indonesia dihadapkan pada ancaman dalam negeri yang mana isu alih fungsi lahan kian meningkat dari hari ke hari. Pemerintah mencatat luas lahan pertanian di Indonesia hilang sekitar 100 ribu hektar per tahun. Akibatnya, jumlah petani gurem pun meledak serta ketahanan pangan Indonesia terancam.
“Hilangnya sawah-sawah di Indonesia ini perlu menjadi perhatian bersama karena berkaitan dengan ketahanan pangan di negara kita. Isu alih fungsi lahan yang masih cenderung terjadi dari waktu ke waktu ini jadi PR kita semua untuk memperbaiki derajat ketahanan pangan kita secara nasional,” imbuh Restuardy.
Restuardy menekankan pemerintah daerah dituntut untuk mengawasi berkaitan dengan masifnya alih fungsi lahan pertanian. Masih banyak daerah yang belum membuat peraturan daerah tentang Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
“Beberapa daerah yang belum memiliki Perda perlu segera melakukan percepatan penyusunan Perda sehingga kita bisa bersama-sama mendorong intensifikasi dan ekstensifikasi untuk produksi beras,” tuturnya.
Selanjutnya, sebagai evaluasi atas kinerja pengendalian Inflasi yang dilakukan Kemendagri setiap minggu, Restuardy juga menyampaikan catatan penting dari hasil monitoring dan evaluasi dari Tim Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terhadap sembilan langkah Pemda sesuai strategi 4 K dan enam upaya konkret yang dilakukan dan dilaporkan oleh pemerintah daerah bulan Agustus 2024 yaitu, baru 100 pemerintah daerah yang memberikan bantuan transportasi dari APBD serta hanya 70 pemerintah daerah yang merealisasikan BTT untuk dukungan pengendalian inflasi.
Untuk itu, perlu menjadi perhatian bagi semua daerah untuk patuh pada arahan dan patuh dalam penyampaian laporan sehingga pemerintah dapat mengetahui dengan cepat permasalahan yang dihadapi dan dapat memberikan solusi yang cepat pula.
Pada akhir sambutannya, Restuardy menyampaikan beberapa penekanan yang perlu ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi di masing-masing daerah.
Pertama, memastikan ketersediaan stok/pasokan secara rutin serta melakukan analisis prediksi kenaikan/penurunan harga bahan pangan pokok.
Kedua, melakukan percepatan realisasi impor bahan baku pakan untuk mengatasi permasalahan pakan ternak.
Ketiga, melakukan antisipasi dampak bencana yang disebabkan oleh kondisi cuaca terhadap produksi pertanian.
Keempat, merinci jenis komoditas yang mengalami kenaikan dan penurunan harga per hari dan mingguan.
Kelima, menetapkan target penurunan harga komoditas pangan yang di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Keenam, mempercepat kebijakan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) termasuk di wilayah kabupaten/kota di wilayah masing-masing dalam rangka menjamin ketersedian lahan pertanian untuk dimanfaatkan oleh petani.
Terakhir, perlu memastikan penyaluran pupuk bersubsidi tepat sasaran. (Red).