JAKARTA, BEDAnews – Kepindahan kantor Pengurus PWI Pusat ke kantor PWI Sie Film, Musik dan Kebudayaan di lantai 4, Pusat Perfileman Haji Usmar Ismail, Jalan Rasuna Said (Kuningan), Jakarta, bukan sekedar bersifat sementara, tetapi juga sekaligus meneguhkan kedekatan, keterbukaan pengurus PWI Pusat dengan masyarakat.
Sebab dari sejarahnya, kantor Sie Film, Musik dan Kebudayaan dahulu merupakan ruang kantor yang paling ramai di lingkungan gedung perfilman, baik karena untuk urusan pemberitaan, pergaulan maupun topik-topik hangat nasional.
Demikian dikemukakan ketua Dewan Penasehat PWI Pusat, Ilham Bintang, dalam acara syukuran menempati kantor baru sementara PWI Pusat, Senin, 28/10, di Jakarta.
Menurut Ilham Bintang, perpindahan kantor Pengurus Pusat ke kantor Sie Film, Musik dan Kebudayaan, meneguhkan kedekatan, keterbukaan dan profesionalitas kembali PWI Pusat. Hal ini lantaran dahulu ruangan kantor ini bukan sekedar tempat berorganisasi wartawan saja, tetapi juga sekaligus tempat mangkal insan film, selebritas dan politikus. “Dengan demikian perpindahan sementara ini dapat dimaknai, PWI kembali kepada ‘Khittah’ PWI yang sebenarnya,” kata Ilham.
Acara syukuran itu dihadiri oleh seluruh unsur Pengurus PWI Pusat. Sekretaris Jenderal Wina Armada Sukardi mewakili unsur pengurus harian. Kemudian Bandjar Chaerudin datang mewakili unsur Dewan Kehormatan. Adapun Ilham Bintang datang mewakili unsur Dewan Penasehat. Marah Sakti Siregar mewakili unsur pendidikan.
Acara diawali dengan pemotongan tumpeng oleh Sekjen Wina Armada Sukardi yang memberikannya kepada Bandjar Chaerudi sebagai anggota Dewan Kehormatan. Pemberian ini merupakan simbol pengurus harian menghormati keberadaan dan segala keputusan Dewan Kehormatan.
Diikuti oleh pemotongan tumpeng oleh Ilham Bintang diberikan kepada Arya Gunawan yang baru purna tugas sebagai wartawan di Eropa.
Wina menegaskan, sejak Kongres Luar Biasa (KLB), Pengurus PWI telah memiliki banyak kegiatan, baik eksternal maupun internal. Kesibukan ini membuat PWI memerlukan tempat untuk bekerja, sekaligus yang memiliki ikatan sejarah dengan eksistensi PWI.
Wina menjelaskan, Pengurus PWI Pusat masih tetap mengakui Dewan Pers sebagai induk dari organisasi pers. “Apapun keputusan dan ketetapan Dewan Pers, kami tunduk dan patuh kepada Dewan Pers,” tegas Wina.
Itulah sebabnya, tambah perancang sebagian besar peraturan Dewan Pers ini, ketika Dewan Pers memutuskan karena ada sengketa internal PWI, dan menimbulkan dualisme, lalu Dewan Pers memutuskan tak ada pengurus PWI yang boleh berkantor di lantai 4 Gedung Dewan Pers, kantor lama PWI Pusat, Wina mengungkapkan pengurus PWI di bawah ketua umum Zulmansyah Sekedang patuh dan mencari tempat lain. “Dari sinilah dipakailah kantor Sie Film, Musik dan Kebudayaan ini,” ungkap Wina.
Wina juga menegaskan, Pengurus PWI Pusat tetap mengakui sekaligus berorientasi kepada Standar Kompetensi Wartawan (SKW) yang dibuat dan diawasi oleh Dewan Pers. “Kami tidak ke BNSP atau Badan Nasional Standar Profesi,” tambah Wina. Alasannya, hanya SKW yang berada di Dewan Pers saja yang dilindungi okeh UU Pers. “Sedangkan yang di luar UU Pers tidak memperoleh perlindungan kemerdekaan pers,” tutur Wina.
PWI saat ini tengah dilanda dualisme kepengurusan. Hal ini berawal dari kasus pemalsuan cash back dari bantuan Presiden. Dari kasus ini muncul dua istilah pengurusan: PWI Etika yang berkantor di Jalan Rasuna Said dan PWI Cash Back yang berada di bawah pimpinan Hendry Ch Bangun yang pada hari senin, 28/10, sedang diperiksa di Polda Metro Jaya, setelah dua kali mangkir.
Ketua umum PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang menegaskan, mulai minggu ini pengurus PWI sudah mulai beraktivitas dari kantor lantai 4, Jalan Rasuna Said, Kuningan. Tempat ini merupakan area segitiga emas yang bergengsi di Jakarta. “Tidak ada kegiatan PWI yang berhenti. Semuanya berjalan sesuai rencana,” katanya.**
*