Opini
Oleh : Ari Wiwin (Pegiat Literasi)
Alhamdulillah kita masih berada di Bulan Ramadan yang berlimpah keberkahan. Amal wajib dilipatgandakan, amal sunnah dihitung amal wajib. Nampak kaum muslimin masih antusias melaksanakan salat tarawih yang khusus hanya ada di Bulan penuh kemuliaan ini.
Ramadan tahun ini ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dari mulai memasuki awal pelaksanaan salat tarawih, mendapatkan pengawalan ketat dari aparat. Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan bahwa seluruh masjid di Kabupaten Bandung mulai dari malam tarawih pertama akan dijaga oleh sejumlah petugas kepolisian, dengan maksud untuk memastikan seluruh warga bisa menjalankan ibadah secara aman, lancar, lebih khusyuk, dan merasa tenang serta terlindungi dari berbagai tindak kejahatan yang mungkin terjadi. (ayobandung.com, 22 Maret 2023).
Memang benar menjaga dan mewujudkan keamanan merupakan tugas pokok polisi sebagai penegak hukum. Mereka berkewajiban memberikan perlindungan, pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002. Bahkan ketika terjadi bencana alam polisi juga turut andil dalam membantu operasi kemanusiaan.
Namun dalam pelaksanaan ibadah, benarkah penjagaan ini betul-betul diperlukan? Karena pada faktanya selama menjalankan ibadah di bulan suci ini, umat Islam tidak pernah merasa takut ataupun resah. Masyarakat sudah terbiasa melakukannya dengan khusyuk walaupun tanpa mendapatkan pengawalan dari pihak kepolisian.
Fenomena masjid penuh dan berdesak-desakan itu sudah biasa saat tarawih apalagi di awal Bulan Ramadan. Maka menjadi hal yang ganjil dan tidak wajar ketika salat harus mendapat pengawalan ketat dari pihak kepolisian. Alih-alih khusyuk, justru merasa tidak tenang karena diawasi.
Aparat kepolisian sejatinya adalah pelayan masyarakat yang wajib membantu dan mengayomi masyarakat di setiap kesempatan. Namun, di dalam sistem demokrasi kapitalis mereka hanya menjadi alat rezim demi melanggengkan kekuasaan. Mewujudkan keamanan seolah menjadi alasan mengawasi rakyat, sebab selama ini ada indikasi kuat rakyat yang menyerukan umat harus kembali kepada syariat dianggap intoleran, sebaliknya Islam moderat dari barat terus digaungkan.
Tidak bisa disalahkan jika ada yang beranggapan bahwa aktivitas pengawasan ini merupakan tindakan memata-matai umat Islam. Tentu hal ini tidak bisa dibenarkan, karena yang seharusnya diwaspadai dan dimata-matai adalah orang-orang kafir dan para pembenci Islam yang tidak pernah lelah mengadu domba umat Islam dan saling mencurigai antara rakyat dengan aparat.
Pengawalan dan penjagaan sejatinya memang diperlukan di setiap masjid dan mushola, tapi tidak ditujukan untuk memata-matai umat Islam. Terlebih saat ini masyarakat tengah berada pada tahun politik, menjelang pemilu, bukan rasa aman yang didapat tetapi yang dirasakan malah tidak nyaman.
Di dalam Islam perbuatan mengawasi dan memata-matai kaum muslim itu biasa disebut dengan tajassus, hukumnya adalah haram, sesuai firman Allah.Swt yang berbunyi: “Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain.” (QS.Al-Hujarat(49):12).
Perbuatan tajassus seharusnya bukan ditujukan kepada sesama warga negara, tetapi kepada negara lain yang berpeluang mengganggu kedaulatan negara atau menciptakan ketidakstabilan negara. Bisa dilakukan kepada rakyat sebatas bila ada indikasi kuat seseorang atau komunitas yang berafiliasi dengan negara lain terutama negara musuh, semisal membocorkan rahasia negara atau hal lainnya.
Pada masa kejayaan Islam, setiap umat muslim dapat menjalankan ibadah di masjid tanpa mendapat pengawalan khusus. Adapun polisi syariah bertugas mencari orang-orang yang tidak mau menjalankan ibadah. Khusus di Bulan Ramadan, mereka akan berpatroli siang malam mencari keberadaan orang yang tidak berpuasa, merazia warung makan yang buka pada waktu puasa, mengawasi orang yang mencurigakan berbuat kriminal, mabuk-mabukan atau hal lain yang mengganggu kekhusukan ibadah, sehingga umat Islam benar-benar merasakan ketenangan dan dijauhkan kekhawatiran akan anak-anaknya yang berbuat maksiat. Masyarakat dikondisikan khusuk beribadah demi meraih Ridha Allah. Tidak ada rasa kekhawatiran bagi yang melakukan ketaatan. Antara rakyat dengan aparat tercipta keharmonisan bukan saling curiga.
Kondisi di atas berbanding terbalik dengan keberadaan rakyat di bawah sistem sekular kapitalis. Pelaku kemaksiatan berkeliaran walaupun di Bulan Ramadan. Aparat keamanan tidak bisa bertindak kepada pelanggar syariat karena mereka tidak ditugaskan untuk itu. Maka bagaimana bisa terjamin keamanan lahir batin, kalau kehidupan liberal terus bercokol di negeri ini sehingga banyak generasi yang terjerumus kepada kemaksiatan, keluarga menjadi rapuh.
Sebenarnya masih banyak tugas aparat keamanan yang belum bisa diatasi, geng motor, pencurian, korupsi, tawuran, dan seabreg masalah lainnya. Alangkah kurang tepat kalau rumah Allah malah dijaga yang menimbulkan ketidaktenangan kepada jamaah tarawih, sementara masih banyak tempat-tempat nongkrong, tempat hiburan malam yang merusak generasi terbebas dari pengawasan.
Sungguh kita merindukan suasana ketenangan dalam beribadah beserta seluruh anggota keluarga. Anak-anak yang saleh dan salehah adalah aset berharga bagi keluarga. Semuanya sulit diraih di alam demokrasi sekuler yang mendewakan kebebasan. Sebaliknya hanya bisa kita raih dalam institusi yang menerapkan Islam kaffah dimana negara berkewajiban mengarahkan ketaatan kepada seluruh rakyatnya bukan mencurigainya. Semoga saja di bulan yang penuh keberkahan ini Allah Swt. mengabulkan diantara doa kita yaitu tegaknya seluruh aturan Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam Bishawwab