Oleh: A.Rusdiana
“Bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar jujur dan pembunuhan menjadi dihormati.” – George Orwell.
Mungkin sebagian besar dari kita sudah pernah mendengar tentang tokoh perwayangan yang bernama Sengkuni. Dia dikenal dengan berbagai nama seperti: Sangkuni, Haryo/Arya Sengkuni, Haryo/Arya Suman, Suwalaputra dan nama lainnya. Sengkuni adalah salah satu tokoh perwayangan yang dapat dikatakan ‘istimewa’. Namun keistimewaan ini bukan dalam arti positif, namun justru negatif. Sengkuni adalah lambang manusia yang penuh kelicikan, kebusukan dan kejahatan. Dia merupakan penggambaran seorang tokoh antagonis sejati. Walau sebenarnya dia sangat tangkas, pandai bicara dan banyak akal, namun kelebihannya itu dimanfaatkannya untuk memfitnah, menghasut dan mencelakakan orang lain. Karena dalam diri Sengkuni sarat dengan keburukan.
Perilaku cerdas tapi licik, perilaku tak pandai terima kasih, haus akan kekuasaan, penghianat kawan seiring, menghalalkan segala cara sering dikaitkan dengan tipikal personaliti politik ala Sengkuni, sosok Sengkuni representasi perilaku politik yang tak ber etika dan bermartabat sebagaimana banyak dimainkan oleh para politisi di negeri nusantara kerajaan era Astina dalam kisah Mahabarata kalau tak mau disebut negeri Indonesia. Kisah kudeta Sengkuni yang mau jadi Patih kerajaan Astina tanpa harus berkeringat atau mendirikan partai di kerajaan Astina adalah perilaku tak beretika dan sungguh bermoral rendah.
Tujuan untuk berkuasa atau jadi raja sah saja dalam kondisi normal melalui proses demokrasi dan presedur konstitusi dan perjuangan yang benar. tapi perilaku ala Sengkuni yang licik dan lihai memainkan propaganda dan mengintip peluang dalam kesempitan menjadi perilaku patologis yang pandai mempaaatkan jabatan sebagai kesempatan dalam kesempitan.
Perilaku Sengkuni bukan hanya di era masa lalu kerajaan Astina yang ahli komunikasi agitasi politik yang terus bermain di sekitar istana Astina tapi di era Indonesia hari ini juga banyak Sengkuni -Sengkuni gaya baru, Perilaku Sengkuni pernah di ceritakan oleh guru sejarah, Sengkuni itu personifikasi dari Politisi busuk yang terus membuat kegaduhan dan kekacauan di muka bumi. Perlaku Sengkuni yang tak pandai terima kasih dan berjiwa penghianat mempermalukan jiwa prajurit dan kehormatan dalam cerita Mahabarata.
Cerita tentang pengkhianatan politik di negeri tercinta ini, seakan tak ada habis habisnya, dari masa ke masa, dari masa raja raja era feodalisme sampai era oligarki dan kapitalisme selalu hadir dengan wajah berbeda tapi sifatnya yang sama, politik sulit ditebak tapi perilku politik terkadang mudah di tebak, gejala persengkokolan , gejala ambisi meraih jabatan dengan mudah ditafsirkan oleh para analis politik kemana arah akhir ceritanya. Perilaku politik yang elegan dan bermartabat adalah perilaku yang amanah, pandai berterima kasih kepada orang yang pernah memberikan jalan jalan kesuksesan sehingga memiliki prestasi dan sukses. Sebab manusia yang tak padai terima kasih kepada orang yang pernah memberikan sesuatu kebaikan kepadanya, maka percaya lah lebih amat sulit lagi bisa bersyukur kepada Tuhannya sehingga akan dilanda rasa kekuragan dan kegelisahan jiwa yang tak berkesudahan.
Sebagai akhir dari tulisan ini mengutip satu hadits Rasulullah SAW., dari abu Hurairah, Nabi dalam sabdanya “Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tak pandai berterima kasih pada manusia (HR.Abu Daud dan Tirmisdzi), maka mari jaga integritas pribadi kita dan amanah sebagai khalifah, jabatan dan harta itu penting tapi jauh lebih penting menjaga amanah Allah yang diberikan kepada manusia untuk menjadi khalifah memberi kedamaian pada sesama dan tidak merampas hak hak milik orang lain menjadi salah satu kunci kehidupan bahagia dunia dan akhirat.*** Wallahu A’lam.
*(Penulis adalah Guru Besar UIN SGD Bandung)