Jakarta, BEDAnews.com
Pers profesional harus memenuhi beberapa syarat selain kualitas wartawan yang memenuhi kompetensi juga Institusi pers yang memenuhi legalitas serta manajemen yang baik.
“Adakah keterkaitan atau relevansi antara profesionalisme pers dengan kesejahteraan para wartawannya dan ada berapa jumlah pers yang memenuhi syarat tersebut,”? ungkap Harun Ketua Umum Forum Pengembangam Pewarta Profesional Indonesia (FP3I) Muhammad Harun dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat.
Menurut Cak Harun, di lain pihak kebebasan pers dan kebebasan mendirikan usaha pers di Indonesia dilindungi oleh undang-undang. Namun ikhtiar menjadikan Pers profesional yang sekaligus mensejahterakan para wartawannya juga menjadi amanah undang-undang ketenagakerjaan.
“Lantas, jika di lapangan banyak wartawan tanpa digaji dari medianya lalu di mana letak benang merahnya?,” ujar Harun penuh tanya lagi, seraya menambahkan hal inilah yang harus segera di carikan solusinya sehingga keduanya bisa berjalan sesuai dengan koridornya masing-masing.
Menurutnya, profesi Pers identik dengan kerja intelektual yang menuntut stamina dan asupan energi yang ekstra sehingga ini jelas terkait dengan masalah kesejahteraan.
Ditambahkan lagi oleh M. Harun bahwa, untuk mempercepat proses pembinaan terhadap insan pers agar lebih berkualitas dan kompeten sebagai pers professional memang membutuhkan perjuangan berat.
“Langkah yang perlu didukung oleh kita semua adalah verifikasi dan sertifikasi yang sesuai dengan imbauan Dewan Pers baik untuk wartawannnya maupun institusi/perusahaan penerbit persnya sehingga seleksi alam akan terjadi, mana pers yang bisa dibina dan dikembangkan dan mana pula pers yang harus ditinggalkan,” pungkas Harun.
Terkait kesejahteraan wartawan, Harun berpendapat, sulit menilai persoalan kesejahteraan wartawan Indonesia, karena standarisasi gaji bagi wartawan professional saja hingga saat ini konon masih belum jelas bila dibandingkan gaji wartawan di kawasan Asean, berapa kisarannya apa sesuai UMR atau profesi lainnya?
“Lebih sulit lagi saya menjawabnya bila pekerja pers di Indonesia dikaitkan dengan masalah kesejahteraan, tentu sangat relatif menurut standarisasi UMR. Dan lebih tambah sulit lagi saya menjawab bila ada sebagian pekerja pers tanpa ada gaji dari perusahaannya,“ keluh Harun. (Red).