Namun, kelangkaan yang terjadi di akhir Januari 2025 lebih disebabkan oleh perubahan kebijakan distribusi subsidi yang menghilangkan peran warung-warung kecil sebagai pengecer. Kebijakan ini mengharuskan masyarakat membeli gas di agen resmi, menyebabkan antrean panjang dan pasokan yang tidak merata.
Selain itu, praktik mafia migas juga berkontribusi terhadap gangguan pasokan. Kerugian negara akibat mafia migas mencapai Rp2,1 triliun dalam kasus LNG Pertamina, serta dugaan penyelewengan distribusi gas subsidi yang sudah terjadi bertahun-tahun. Alih-alih memberantas mafia di tingkat atas, pemerintah justru memperketat akses bagi masyarakat kecil, sehingga kesulitan memperoleh gas elpiji 3 kg.
Kelangkaan gas elpiji 3 kg yang terjadi bukan disebabkan oleh berkurangnya cadangan gas alam Indonesia, melainkan akibat kebijakan distribusi yang tidak berpihak pada rakyat kecil serta masih maraknya praktik mafia migas. Jika pemerintah ingin memastikan ketersediaan gas bagi masyarakat, solusinya bukan melarang warung-warung kecil berjualan, melainkan memperbaiki sistem distribusi dan memberantas mafia yang menguasai pasokan energi di level atas.