Bila YR dan DA cs sebagai korban penyalah gunaan narkotika hakim wajib menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi.
Bila YR dan DA terbukti sebagai pengedar dan penyalah guna, hakim dapat menjatuhkan hukuman penjara dan hukuman rehabilitasi secara komulatif.
Itu sebabnya “pamali” atau tidak elok kalau Mahkamah Agung dan jajarannya selaku pemegang kekuasaan yudikatif menggunakan hukuman penjara dalam memutuskan perkara narkotika yang terbukti sebagai penyalahguna bagi diri sendiri (pasal 127/1).
Mahkamah Agung dan jajarannya termasuk komisi yudisial tidak boleh berpikir secara konvensional bahwa seorang kriminal harus dihukum penjara, karena sumber hukum UU narkotika berasal dari hukum Internasional yang diratifikasi menjadi UU no 8 tahun 1976 tentang pengesahan konvensi tunggal narkotika,1961 beserta protokol yang merubahnya, dimana konvensi tersebut menyatakan yuridiksi hukum apapun yang dianut suatu negara, hukuman bagi penyalah guna narkotika adalah hukuman pengganti yaitu rehabilitasi.