Karenanya, jika terjadi masalah keamanan harus diatasi terlebih dahulu oleh aparatur sipil, termasuk Polri, dengan cara-cara sipil (berkeadaban). Namun, jika dipastikan bakal gagal atau dapat menimbulkan korban, meski satu orang sekalipun, maka saat itu pula penanganan keamanan beralih menjadi porsi TNI.
Untuk itu, Polri dipisah dari TNI dan diposisikan sebagai bagian dari Law and Justice System. Selama masa transisi, Polri sempat berada di bawah Dephankam.
Sayangnya, proses reformasi Polri pasca pisah dengan TNI justru berbalik arah. Secara tersamar, kini Polri menggantikan peran TNI (khususnya AD) pada era Orde Baru. Ibarat dalam pertandingan sepak bola, Polri yang seharusnya menjadi wasit kini juga merangkap sebagai pemain.
Padahal, yang dibutuhkan setiap anggota Polri adalah take home pay yang mencukupi serta jaminan sosial hari tua yang memadai, bukan meluasnya cakupan peran, fungsi dan jabatan yang merambah ke mana-mana di luar bidang penegakan hukum. Kondisi ini bahkan merusak sistem pembinaan PNS pada umumnya.