KAB. BANDUNG || bedanews.com — Human Error dan alih fungsi lahan, serta cuaca ekstrim, bisa menjadi penyebab terjadinya bencana, begitulah dikatakan legislator dari PKS DPRD Kabupaten Bandung, H. Dasep Kurnia Gunarudin, Jum’at 18 November 2022, saat dimintai tanggapannya seputaran kejadian bencana di wilayah Kabupaten Bandung, untuk itu perlu dilakukan Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan.
Namun untuk merealisasikan rehabilitasi kerusakan lahan tersebut, dikemukakan Dasep, perlu kesadaran bersama. Karena tidak semua alih fungsi lahan itu melanggar peraturan ada juga yang dilegalkan saat melaksanakannya. Contohnya kawasan perhutani dan perkebunan.
“Mereka bisa leluasa menjadikan wilayahnya menjadi sektor pariwisata, rumah makan atau tempat lainnya, karena memang kewenangannya ada di provinsi. Padahal jelas kalau perbuatan mereka itu telah merusak ekosistem,” kata Dasep di gedung DPRD.
Ia menyatakan prihatin dengan adanya korban nyawa akibat bencana yang terjadi. Makanya ia menganjurkan kepada Pemerintah Kabupaten Bandung untuk segera melakukan rehabilitasi kerusakan lingkungan juga mengedukasi warga yang berada di wilayah rawan bencana untuk waspada.
Lalu bagaimana kita bisa menghindari dari anomali iklim ini, ia menuturkan, kuncinya ada di kesadaran bersama dengan mengedepankan kepentingan dan keselamatan umum, selanjutnya segera melakukan pencegahan dengan melibatkan aparatur pemerintah desa, kecamatan, dan SKPD.
Sementara dari DPRD diungkapkannya, sudah membuat raperda perlindungan lingkungan yang nantinya akan dibahas pada tahun 2023 nanti. Namun perlu juga digarisbawahi kalau raperda yang disusun itu hanya berupa antisipasi bukan solusi. Untuk mensosialisasikannya nanti merupakan bagian tugas dari eksekutif.
Mengenai kepemilikan lahan yang bisa diindikasikan sebagai salah satu penyebab bencana selain human error dan cuaca ektrem, lanjutnya, sangat berkaitan dengan perekonomian masyarakat untuk melangsungkan kehidupannya.
Kemiringan tanah ektrem yang semestinya ditanami pohon keras untuk menahan laju air, disebutkannya malah ditanami sayur-sayuran, “Jadi ketika hujan turun dengan intensitas tinggi tidak mampu menahan laju air. Maka terjadilah bencana banjir bandang dan longsor,” ungkapnya.
Padahal perda tentang perlindungan lingkungan hidup juga perda tentang kebencanaan itu sudah ada, namun disebutkannya belum maksimal dalam pelaksanaannya. Sehingga masyarakat tidak mengetahui situasi dan kondisi tempat tinggalnya selama ini.
Darisinilah Pemkab Bandung seharusnya sudah melakukan tindakan dengan mengedukasi dan memberikan informasi kepada masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga masyarakat bisa mengantisipasinya dengan mengungsi sementara waktu di rumah sanak familinya.
Sebelum menutup pembicaraannya, Dasep mengimbau kepada masyarakat agar selalu waspada. Bila ada gejala-gejala akan terjadinya bencana, segera pergi dari rumahnya. “Dengan begitu bisa terhindar dari bahaya yang mengancam,” pungkasnya.***