Oleh: Dr. Dasep Kurnia Gunarudin, SH.
KAB. BANDUNG || bedanews.com — Salah satu langkah strategis dari pemerintahan baru Indonesia saat ini adalah program swasembada pangan 2025. Hal ini direalisasikan dengan Langkah-langkah dari berbagai kementrian yang terlibat didalamnya seperti kementian keuangan,Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian , kementian kehutanan sebagai penyedia lahan dan kementrian lainya untuk menggencarkan kolaborasi intensif dalam rangka meningkatkan luas lahan sawah dan produktivitas pertanian dalam mendukung program swasembada pangan 2025 serta tercapainya ketahanan pangan nasional.
Dibawah komando Kementerian Koordinator Bidang Pangan, mengumumkan menyediakan anggaran sebesar Rp139,4 triliun dalam rangka mendukung program swasembada pangan 2025. Anggaran sebesar ini akan digunakan untuk membiayai berbagai program strategis yang dirancang sehingga bisa tercapainya ketahanan pangan nasional.
Pemerintah berambisi menghentikan impor beras dan menjadikan Indonesia sebagai lumbung beras, sekilas kita menagkap ada rencana yang ideal yang sangat membanggakan dari pemerintahan baru ini. Namun dibalik itu semua kebijakan mencetak lahan baru yang tentunya menggunakan lahan yang saat ini sebagian besar adalah hutan tropis yang notabene adalah paru-paru dunia adalah sebuah kegelisahan bagi kita semua minimal penulis secara pribadi, kita bisa membayangkan betapa menciutnya Kawasan hutan Indonesia jika alih fungsi hutan menjadi Kawasan budidaya benar-benar dilaksakan oleh pemerintah.
Bahkan program ini digadang gadang sebagai angin segar bagi para pemuda Indonesia dengan sebutan petani milenial dan Gen Z mendapatkan peran yang cukup signifikan yang konon mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas. Hal ini sebagai antisipasi dari terus menurunya jumlah petani ditanah air dari waktu kewaktu dan keenganan para pemuda kita terjun ke dunia pertanian terutama bagi mereka yang berpendidikan menengah keatas.
Sementara kalau kita mencoba menelusuri kenapa selama ini negara kita selalu kekurangan beras,salah satu jawabanya adalah ketidak tertarikan masyarakat pada bisnis pertanian padi atau pertanian lainya, begitupun kenapa jumlah petani dari waktu kewaktu terus berkurang hal ini karena banyak sekali petani yang beralih mata pencaharian menjadi petani bagi Sebagian besar petani adalah keterpaksaan karena tdk ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan, dan mengapa para pemuda kita tidak tertarik menjadi petani ? semua jawabanya hampir sama karena secara bisnis dan prosfek menjadi seorang petani tidak menjanjikan masa depan yang baik apalagi karier.
Maka dari itu upaya klimaks untuk swasemabada beras yang dilakukan oleh pemerintah dipikirkan ulang terkait mengalihfungsikan Kawasan hutan tropis kita yang menurut pendapat penulis justru luasanya harus dipertahankan.
Pendekatan bagaimana pemerintah mengintervensi pasar agar petani beras dan komoditas pertanian rakyat lainya ada kepastian harga yang benar-benar menguntungkan,maka dengan sendirinya akan merangsang setiap orang terjun dalam bisnis pertanian beras dan Indonesia akan mengalami swasemabada beras tanpa mengorbankan hutan tropis yang luasanya harus dipertahankan dan kualitas ekologinya terus ditingkatkan. (Wallahu a’lam bishawab).***
(Penulis adalah seorang petani yang beralamat di Ciwidey)