Terhitung sejak masa pandemi Covid-19 sampai saat ini kegiatan belajar mengajar dilaksanakan melalui jaringan internet (daring), dan guru mengunjungi rumah siswa (luring). Semua itu dilakukan dalam rangka pencegahan penularan Covid-19 yang semakin meluas. Penyebaran Covid-19 yang belum mereda semakin menambah kekhawatiran pada masyarakat, apalagi dengan bermunculannya klaster-klaster baru seperti klaster sekolahan. Disamping daring dan luring, ada sejumlah sekolah di beberapa daerah sudah mulai melaksanakan kegiatan pembelajarannya melalui tatap muka.
Sebagaimana yang dikatakan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Bandung DR.H.Juhana, M.MPd. pada eljabar.com saat menggelar rapat dinas, bahwa rapat diadakan untuk mengevaluasi daring dan luring dimasa pandemi, kurikulum, kesiswaan, sarana dan prasarana, kepegawaian serta rencana tahun 2021 dan beberapa kegiatan lainnya. Pada rapat dinas tersebut juga didiskusikan rencana relaksasi pembelajaran secara tatap muka di sekolah, pembahasan jumlah siswa dalam kelas, jumlah hari, mata pelajaran dan batasan usia guru yang mengajar. Pada prinsipnya kegiatan belajar-mengajar bisa terlaksana secara dinamis, kerjasama, tanggung jawab bersama orang tua siswa. Apabila aman bisa ditingkatkan, namun bila kondisinya merah dalam artian kasus covid nertambah, maka akan dihentikan dan kembali pembelajaran secara daring dan luring.
Selama ini banyak permasalahan yang timbul akibat pembelajaran daring, seperti di daerah-daerah pelosok yang belum tersedia jaringan internet ditambah lagi faktor ekonomi sangat mempengaruhi fasilitas yang tersedia. Maka akan sulit bagi para pelajar untuk mengakses dan mengikuti pembelajaran. Masalah lainnya adalah kesiapan para orang tua untuk mengawasi dan membimbing anak-anaknya dalam pembelajaran. Banyak kasus orang tua yang menganiaya anaknya ketika belajar. Kasus lainnya adalah ada siswa yang mengalami depresi sampai mengakhiri hidupnya.
Pemerintah seolah tidak mau tahu dan lepas tangan atas terjadinya masalah-masalah tersebut. Anggaran untuk pendidikan sangat minim dibanding anggaran untuk membayar utang. Orang tua dibiarkan tidak memiliki kemampuan mendampingi anak-anaknya. Kurikulumnya sekular, tujuan pendidikannya materialisme. Pada faktanya memang inilah yang akan terjadi pada negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi. Sistem yang membuat aturan berdasarkan akal dan hawa nafsu. Manfaat atau keuntungan menjadi tolok ukur dalam perbuatannya termasuk pendidikan sekalipun dengan menghalalkan segala cara. Keyakinan akan agama (Islam) yang mereka ikrarkan hanya sebatas formalitas. Lahirlah prinsip sekuler pada masyarakat, yaitu menghilangkan peran agama dalam kehidupan, sehingga melahirkan generasi yang rapuh.
Berbeda dengan sistem Islam, pendidikan menjadi modal utama untuk membentuk generasi yang tangguh. Maka negara yang menerapkan sistem Islam akan memfasilitasi pendidikan tanpa dipungut biaya sedikitpun, baik dalam situasi normal maupun di tengah wabah. Kurikulum akan diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam pada diri siswa sehingga menjauhkan siswa dari keputus-asaan. Peran orang tua juga sangat penting dalam mengokohkan akidah dan keimanan anak-anak di rumah. Sedangkan lingkungan tempat anak-anak/siswa bersosialisasi tidak akan luput dari perhatian negara. Alasannya rumah/orang tua, masyarakat, dan negara menjadi pilar penting mewujudkan out put pendidikan berkualitas.
Kurikulum pendidikan dalam sistem Islam secara garis besar memiliki tiga komponen pokok yaitu: pembentukan kepribadian Islam, penguasaan tsaqafah Islam, penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian dan keterampilan). Hal tersebut untuk mencetak generasi unggul yang mahir dalam iptek juga kokoh kepribadian dan keimanannya.
Maka selama sistem kapitalisme demokrasi diterapkan di negeri ini, berbagai masalah bukan hanya pendidikan dipastikan akan terus bermunculan. Sudah saatnya umat mengarahkan pandangannya pada sistem Islam, agar generasi beserta seluruh masyarakatnya terselamatkan. ***