Tentu, perlu diakui bahwa, Mahkamah Konstitusi tidak lepas dari niat baik dalam memperbaiki sistem demokrasi dan hukum di Indonesia. Namun, perbaikan semestinya dilakukan secara bertahap, partisipatif, dan tidak menimbulkan persoalan konstitusional baru. Keputusan yang terburu-buru, apalagi berisiko menabrak konstitusi, justru menjadi masalah yang lebih besar dari solusi yang hendak ditawarkan.
Karena itu, semua pihak, masyarakat sipil, akademisi, partai politik, dan lembaga negara, perlu mendorong dialog terbuka serta melakukan evaluasi serius terhadap putusan MK tersebut.
Dalam konteks ini, Lembaga DPR lah yang sangat memiliki ruang untuk merespons, baik melalui revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi maupun melalui amandemen terbatas terhadap UUD 1945, jika memang diperlukan. Sebab, jika dibiarkan, sangat mungkin masa depan demokrasi Indonesia akan dikendalikan oleh tafsir hukum yang menyimpang, bukan oleh suara rakyat yang berdaulat. ***