Bandung, BEDAnews
Lembaga Pemerhati Hukum dan Kebijakan Publik (LPKHP) Jawa Barat, menilai keadilan hukum di Jabar masih berpihak kepada masyarakat mampu, sementara masyarakat miskin masih masih terdzolimi secara hukum.
"Sangat banyak sekali, baik kasus perdata atau pidana. Penyidik disini ceroboh, fakta hukumnya tidak jelas tapi tetap dipaksakan untuk masuk ke Persidangan. Dan itu terjadi pada orang-orang yang tidak mampu. Saya menyimpulkan hukum disini belum adil bagi masyarakat miskin," ujar Ketua kepada wartawan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (1/5).
Menurutnya, selama ini banyak kasus yang fakta hukumnya tidak jelas terjadi di Jawa Barat, tetapi kejaksaan telah memaksakan perkara masuk ke Pengadilan. Oleh karena itu, banyak vonis bebas yang diketuk oleh Majelis Hakim dalam persidangan.
LPKHP Jabar lanjut Erlan, telah mencatat lebih dari 10 kasus yang fakta hukumnya tidak jelas masuk ke PN Bandung selama tahun 2012. Kasus tersebut telah membuat dirinya gerah. Untuk itu dirinya menegaskan akan memantau dan membantu para tersangka ataupun terdakwa yang menjadi korban kecerobohan penyidik baik itu dari kepolisian ataupun kejaksaan.
"Kasus-kasus yang fakta hukumnya tidak jelas itu menimpa masyarakat bawah. Seperti kuli bangunan atau tukang lotek gara-gara mencuri uang Rp.100 ribu. Kami disini siap membantu secara cuma-cuma untuk mengawal kasus-kasus seperti itu. Agar tidak menjadi kedzaliman para pelaksana hukum," tuturnya.
Dia juga menyebutkan salah satu kasus yang paling menarik telah menimpa dua terdakwa yakni Agus Suryadi (50) dan Didi Rohedi (75) yang sempat duduk di kursi Pesakitan PN Bandung karena perkara penipuan. Erlan menilai dua terdakwa tersebut merupakan korban dari kecerobohan penyidik kepolisian dan jaksa.
"Sudah jelas-jelas dua terdakwa tersebut sudah mendapatkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan dari kepolisian) tapi tetap saja dilanjutkan ke Pengadilan. Penyidik disini ceroboh. Kedua terdakwa dikriminalisi oleh mereka," terang Erlan.
Sebab itu, pihaknya terus memperjuangkan kedua terdakwa hingga melaporkan salah seorang jaksa berinisial FE ke bagian Aswas Kejati Jabar. Selain itu, Erlan bersama terdakwa juga melaporkan penyidik dari Polrestabes Bandung ke bagian Propam Polda Jabar. Selain itu, Erlan juga melayangkan surat ke Kapolri mengenai adanya kejanggalan kasus tersebut.
"Kita sudah laporkan Jaksa. Katanya sudah mendapatkan sanksi dari Kejati Jabar. Menurut saya itu bagus, Kejati sudah mulai tegas melakukan tindakan kepada jaksa yang menyimpang dari tugas pokok dan fungsinya," ucap Erlan.
Upayanya dalam memperjuangkan hak kedua terdakwa tersebut akhirnya berbuah manis. Senin (30/4) lalu Majelis Hakim PN Bandung telah menolak dakwaan Jaksa dan mengabulkan eksepsi dari dua terdakwa tersebut.
Alasannya, Majelis Hakim menilai perkara yang menjerat Agus dan Didi yang merupakan ketua Dewan Keluarga Masjid (DKM) di salah satu kelurahan di Kota Bandung sudah kadaluarsa dan pihak Kepolisian sudah melayangkan surat SP3.
"Kalau sidang terus berjalan, tentu akan ada peradilan sesat. Beruntung, majelis hakim sangat tepat sekali melakukan putusan. Kami sangat apresiasi sekali bagi hakim di PN Bandung. Kami berharap pihak penyidik mendapat pelajaran berharga dari kasus ini," pungkasnya. (hargribs)