Aktivitas organisasi Persatuan Artis Film Indonesia atau PARFI beberapa tahun belakangan ini boleh dikata memudar. Bahkan dianggap sudah bubar karena dalam lembaran negara tidak lagi terdaftar. Setelah kursi Ketua PB PARFI diduduki Alicia Djohar, akankah organisasi yang tak henti diwarnai kekisruhan dan yang notabene merupakan wadah insan artis film berkiprah dan berkarya ini kian memudar? Atau akan membawa angin segar dan kembali berkibar? Parfi Jabar yang juga berjalan terseok-seok di bawah komando Dewi Parta akankah kembali bersinar?
Inilah catatan Siti Sundari hasil wawancara, penelusuran sejarah dengan beberapa Narasumber yang dirangkum dalam tulisan berikut ini
Dalam suatu organisasi pergantian pengurus atau ketua Entah itu karena berhenti, adanya konflik atau pengurus yang tiada, Itu selalu terjadi dan sudah biasa. Organisasi dalam perjalanannya memang penuh dinamika. Silang pendapat atau suka dan tidak suka, ketidakpuasan, hal itu ada sejak dulu kala. Demikian pula dengan organisasi PARFI, Persatuan Artis Film Indonesia.
Perjalanan organisasi ini memang penuh liku. Seiring musim berganti dan tahun berlalu, sejak zaman Jepang dan orde baru. Sejak zaman reformasi dan era digital bertalu, sejak Ratno Timur, Yeni Rachman, Gatot Brajamusti, Marcella Zalianty jadi ketua umum atau orang nomor satu, kepengurusan PB PARFI terkesan masih terkotak-kotak belum bersatu. Kehadiran Alicia Djohar sebagai Ketum PB PARFI melalui kongres yang dipercepat dan kongres luar biasa pada 10 Maret 2020 lalu, diharapkan semua bisa bersatu. Tak ada lagi PARFI 56, PARFI Kuningan, atau PARFI versi lainnya yang berseteru. Itulah harapan dan mimpi Alicia Djohar ketua yang baru.
Alicia Djohar, mantan Ratu Kebaya Bogor dan artis kawakan ini begitu terpilih menjadi Ketua PB PARFI pada Kongres Parfi ke-16, langsung bekerja maraton melaksanakan tugas. Sebelum pelantikan semua harus beres, bersih dan tuntas. Diawali dengan pembentukan pengurus yang melibatkan orang muda dan baru maupun pemain lawas. Demi memajukan PARFI ia rela waktu dan tenaganya terkuras. Akhirnya artis kawakan yang membintangi banyak film layar lebar di era 1970 – 1980 an itu pun merasa puas. PB PARFI pimpinannya untuk periode 2020-2025 diakui pemerintah dan dari Kemenkumham telah mendapatkan legalitas.
Sejak meninggalnya Ketua PB PARFI hasil Kongres ke-15 Gatot Brajamusti, konflik dan perpecahan di tubuh PARFI seakan tiada henti. Timbul 2 kubu yaitu PARFI 56 dan PARFI Kuningan yang semua mengklaim bahwa terbentuknya sudah sesuai AD ART organisasi. Kubu PARFI-56 pimpinan Marcella Zalianty, dan PARFI Kuningan pimpinan Andry. Dengan SK No.000930198 AH/2020 dari Kemenkumham yang sudah dikantongi, Alicia Djohar mengharapkan dan menyeru semua bersatu lagi demi memajukan PARFI .
Berdasarkan SK tersebut, kini PB PARFI sudah terdaftar resmi sebagai organisasi wadah insan film di lembaran negara. Apalagi dengan telah dikukuhkannya pengurus PARFI pusat pada pelantikan tanggal 24 November 2020 di Jakarta, seharusnya organisasi PARFI lain tak ada. Termasuk PARFI di daerah sudah didemisionerkan dan harus melakukan pemilihan kembali sesuai aturan yang ada. Itulah salah satu yang disampaikan Sekretaris Umum PB PARFI periode 2020 – 2025 Gusti Randa di Amarossa.
Sementara itu PARFI Jabar, akibat kisruh di pusat turut terkena imbasnya. Silih bergantinya pengurus pusat sebelum habis masa jabatannya, dan konflik di PB PARFI membuat PARFI di daerah-daerah termasuk Jabar mengalami dilema. Bingung harus berkiblat ke pengurus mana. Hal itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. harus ada penyelesaian yang bijaksana.

Adalah Dewi Parta, seorang pelaku wirausaha, mencoba menjadi pemrakarsa. Mengaku tanpa ambisi apa-apa, apalagi ingin menjadi ketua, berniat ingin menyelesaikan persoalan yang ada. Maka masih di bulan November 2020 Dewi memfasilitasi pertemuan antara pengurus PARFI pusat dan pengurus PARFI Jabar di Bandung, tepatnya di Hotel Amarossa. Namun tanpa disangka dan diduga, seperti diakuinya, oleh PB PARFI dan beberapa pengurus pusat serta daerah, Dewi Parta malah ditunjuk sebagai Ketua PD PARFI Jabar menggantikan Ainun ketua lama.
Dewi yang pada awalnya ditugaskan sebagai koordinator untuk memilih kandidat ketua dan pengurus lainnya malah langsung ditunjuk sebagai ketua. Penunjukkan wanita bernama lengkap Hj. Dewi Rusmanah Partadisastra ini selain sempat membuat banyak orang ragu pada awalnya, juga dianggap tidak sah dan melanggar aturan yang ada. Kelemahannya tercatat 2 perkara.
Pertama, Dewi Parta bukan berasal dari kalangan artis. Selama ini Dewi dikenal sebagai pebisnis. Kalau bukan dari kalangan artis, bagaimana Dewi bisa mengerti pekerjaan dan dunia artis. Kedua, sebagai Ketua PD PARFI Jabar terjadi karena melalui penunjukkan langsung bukan melalui mekanisme pemilihan oleh anggota secara demokratis.
Berawal dari sini banyak juga orang yang memandang sinis. Namun Dewi Parta tetap tersenyum dan tak menggubris. Yang jelas ia akan membuktikannya dalam karya nyata bukan sekedar janji manis.
“Itu biasa dalam suatu organisasi. Saya tak peduli tapi pandangan mereka saya hormati. Inilah demokrasi. Saya ditunjuk karena pengurus PARFI Jabar sudah expired alias mati suri. Anggotanya sudah tak tentu dan sudah banyak yang lari,” jelas Dewi yang didampingi Purnama dan Veny yang masing-masing sebagai sekertaris dan bendahara acara pelantikan PD PARFI Jabar yang akan digelar tak lama lagi.
Dewi Parta sebagai Ketua PD PARFI Jabar periode 2020-2025 menurut Avry Joe, Kahumas PARFI pusat, sudah kuat dan sah karena sudah diterbitkan SK pengangkatannya dan akan diberikan pada saat pelantikan. Avry juga memberikan arahan yang perlu dilakukan oleh Dewi Parta agar segera membentuk susunan kabinet sebagai kelengkapan administrasi dan melakukan audiensi ke unsur pemerintahan.
Selain bertujuan mensosialisasikan pengurus PARFI Jabar yang baru, eksistensinya, juga meminta untuk jadi pembina dari unsur Muspida mulai dari Gubernur Jabar, Kapolda, Pangdam III Siliwangi, DPRD dan Kepala Kejaksaan.
Tak bisa mengelak akhirnya Dewi Parta pun mau menerima. Padahal semula ia hanya ingin menjadi pemrakarsa. Penunjukannya itu kalau terbukti Dewi nanti dilantik dan dikukuhkan sesuai rencana, namanya tercatat sebagai pengurus PARFI bukan dari kalangan artis film layar lebar, tapi wanita pengusaha.

Hal itu sesuai dengan AD ART yang baru bahwa yang menjadi pengurus tidak harus dari kalangan artis film namun terbuka untuk umum asal mampu bekerja.
Wanita yang menyukai lagu-lagu romantis dan kelahiran Bandung ini mengaku tipe orang “lari” atau suka gerak cepat, tak bisa diam apalagi pasif dan apatis. Tipikalnya ini tentu menjadi nilai tambah dalam bekerja jadi lebih fokus karena latar belakangnya yang bukan dari kalangan artis.
Setelah susunan pengurus lengkap dan sudah dilakukan pelantikan, Dewi Parta bersama rekan pengurus lainnya akan bekerja keras dengan melakukan program-program terobosan.
“Kami akan gaet anak-anak muda artis YouTubers, selegram dan tiktoker masuk anggota PARFI Jabar. Ini sudah tuntutan zaman sesuai era digital mereka kita sasar. Jabar punya potensi besar. Alhamdulillah program kami ini disambut baik oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jabar. Jadi sekarang tidak terpaku yang masuk jadi anggota PARFI harus artis film layar lebar,” jelas Dewi semangat.
Bukan hanya itu, Dewi Parta dkk juga akan mengangkat seni budaya Jawa Barat yang sangat beraneka ke film layar lebar sehingga generasi kita mengenal, menghargai dan menjunjung tinggi budaya daerahnya.
“Saya prihatin anak-anak kita, bangsa kita begitu gandrung terhadap drama Korea, tapi dengan drama kita mereka tidak suka. Karena itu nanti kita juga akan meminta para importir film agar membuat film sendiri karya anak bangsa dan bermuatan budaya Nusantara khususnya dari Tatar Sunda,” ungkap wanita yang senang berpenampilan casual ini.
Seabreg program memang sudah bersarang di kepala Ketua PARFI Jabar yang tinggal menunggu pelantikan ini. Di antaranya dia pun akan menggaet “bintang” dari kalangan militer masuk di kedalam kepengurusan. Untuk itu agar langkahnya mantap dan semua program kerjanya berjalan sesuai yang direncanakan, sekarang saja walau belum pelantikan Dewi sudah melakukan pembenahan. Rajin bersilaturahmi dengan semua kalangan, konsolidasi dan kunjungan-kunjungan.
Ketiadaan dana tidak menjadi halangan dan alasan untuk tidak bekerja. Karena itulah terobosan-terobosan diperlukan bukan hanya untuk uji coba, atau sekedar tebar pesona, tapi tentunya sesuai impiannya adalah untuk mensejahterakan anggota dan menjadikan film sebagai ketahanan budaya bangsa. Kita tunggu saja kiprahnya memberi kontribusi yang signifikan di kancah dunia perfilman Indonesia. ***