KAB. BANDUNG || bedanews.com — Menanggapi masalah menyusutnya lahan pertanian dari 30 ribu hektar menjadi 17 ribu hektare, dikatakan H. Dasep Kurnia Gunarudin, menyatakan rasa tidak mengertinya, karena pada saat pembahasan Perda No1 tahun 2019, eksisting luas lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah 31 ribu Ha, namun 2 tahun kemudian didalam pembahasan Perda RTRW menjadi hanya 17 ribu Ha.
“Jujur saya sangat tidak mengerti, masa dalam kurun waktu 2 Tahun luasnya berkurang hampir setengahnya,” kata legislator dari Fraksi PKS DPRD Kabupaten Bandung itu melalui telepon, Rabu 10 Agustus 2022.
Bila memang terjadi alih fungsi lahan, dikatakan Dasep, jelas ada ketentuan yang mengaturnya, yaitu : Pasal 34 ayat (2), yang berbunyi Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten: a. dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentinganumum; dan atau b. karena terjadi bencana.
Begitu pula dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum definisi jelas diantaranya, Alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutandalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum terbatas pada kepentingan umum yangmeliputi: jalan umum, waduk, bendungan, Irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam, dan/atau pembangkit dan jaringan listrik. Dan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan untuk pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Untuk itu jika lahan pertanian berkurang sebanyak itu saya minta penjelasan yang rinci, dipakai apa saja? Serta lokasinya dirinci dimana saja ? Apakah alih fungsi lahan tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak ? Ini harus dijelaskan kepada Publik secara transpran. Dan satu lagi yang harus menjadi perhatian kita semua yaitu dalam pasal 60 ayat (1) perda aquo bahwa, Segala bentuk perizinan yang mengakibatkan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan batal demi hukum, kecuali untuk kepentingan umum,” jelas Dasep.
Sementara dasar pengaturan pelaksanaan perlindungan lahan pertanian pangan di Kabupaten Bandung, menurutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Maka dibentuklah Perda No 1 Tahun 2019, yang kebetulan pada saat itu saya ikut memimpin pembentukan Perda tersebut.
Bahwa dalam perda No 1 tahun 2009 pasal 19, ia menuturkan, berbunyi sebagai berikut: Lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus memenuhi kriteria:
a. berada pada kesatuan hamparan Lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi; b. memiliki potensi teknis dan kesesuaian Lahan yang sangat sesuai, sesuai, atau agak sesuai untuk peruntukan Pertanian Pangan;
c. didukung infrastruktur dasar; dan/atau;
d. telah dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan.
Kemudian pada pada pasal 23, lanjutnya, ada disebutkan, Luas lahan pertanian pangan berkelanjutan di Daerah ditetapkan sejumlah 31.046,74 (tiga puluh satu ribuempat puluh enam koma tujuh puluh empat) hektar yang tersebar di seluruh kecamatan. Dan pada pasal 23 ayat (2) ada rincian luas tiap-tiap kecamatan. Dan pada pasal Pasal 43 ayat (1) menyatakan bahwa Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
“Kenyataannya dilapangan, banyak lahan yang sudah berubah dari lahan sawah atau pertanian menjadi perumahan juga bangunan lainnya. Hal itulah yang tidak saya mengerti,” pungkasnya.***