Dalam perspektif teori, Pancasila dapat dibaca melalui teori integrasi sosial Emile Durkheim yang menekankan pentingnya nilai bersama sebagai perekat masyarakat. Di sisi lain, Habermas dengan konsep public sphere relevan ketika kita bicara narasi digital sebagai arena perdebatan publik. Kesenjangan (gap) muncul ketika idealisme Pancasila sering kali berhenti pada slogan, sementara praktik sosial dan akademik belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilainya.
Tulisan ini bertujuan menjawab empat pertanyaan dari rekan media seputar nilai edukasi-historis, kesaktian Pancasila, relevansinya di era 5.0, dan alasan mengapa ia tetap dipertahankan.Berikut cuplikan wawancaranya dengan wartawan Bedanews.com
Pertama: Nilai edukasi-historis apa yang bisa dielaborasi dari Hari Kesaktian Pancasila untuk masa depan bangsa?