Sumber foto : Antara
Jakarta – bedanews.com – Perlawanan hukum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo atau SYL gagal. Hakim tunggal, Imelda Herawati, memutuskan menolak gugatan praperadilan Firli Bahuri dengan alasan bahwa dasar permohonannya tidak jelas.
Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hakim Tunggal Imelda Herawati menyatakan, “Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima.” Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri dianggap sah secara administrasi.
Keputusan ini didasarkan pada penilaian hakim terhadap dasar permohonan praperadilan yang dinilai kabur atau tidak jelas. Hakim Imelda Herawati menolak semua petitum dalam gugatan Firli Bahuri karena dalil posita yang diajukan dinilai mencampurkan materi formil dengan materi di luar aspek.
Beberapa bukti yang diajukan oleh Firli Bahuri juga dianggap tidak relevan dengan persidangan praperadilan. Hal ini termasuk laporan penanganan perkara korupsi Direktorat Jenderal Perkeretapian (DJKA) yang melibatkan Muhammad Suryo, yang dianggap tidak berhubungan dengan kasus tersebut.
“Maka hakim berpendapat bahwa dasar permohonan praperadilan pemohon yang demikian itu kabur atau tidak jelas,” ujar Hakim Imelda dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang di kutip Selasa (19 Desember).
Dengan penolakan ini, Firli Bahuri tetap ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap SYL. Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara pada 22 November. Firli Bahuri dipersangkakan dengan Pasal 12 e, Pasal 12 B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (Red).