Garut, BEDAnews
Kelangkaan gas elpiji isi 3 kilogram di wilayah Garut Utara terus meluas. Sekalipun ada, masyarakat harus menebus dengan harga mahal dan saat ini harga elpiji 3 kilogram tersebut mencapai Rp. 18.000. Kelangkaan itu terjadi sejak dua pekan lalu, mau tidak mau kini masyarakat banyak yang beralih ke kayu bakar untuk memasak.
Kondisi ini kian menyulitkan masyarakat yang sudah tidak mendapat pasokan minyak tanah bersubsidi pasca program peralihan atau konversi dari minyak tanah ke gas.
Langkanya gas elpiji sepekan terakhir dikeluhkan pedagang makanan yang sehari-harinya sangat bergantung ketersediaan elpiji. Sebut saja Maman, pedagang yang biasa mangkal dikawasan alun-alun Blubur Limbangan.
Untuk keperluan memasak ia terpaksa merogoh saku lebih dalam untuk membeli gas elpiji ukuran 3 kilogram sebesar Rp. 18 ribu, yang biasanya paling mahal hanya Rp. 14 ribu. Itupun kalau stok gas ada di pengecer atau agen.
Sejak dua hari terakhir ini, ia terpaksa berhenti berdagang karena tidak mendapatkan elpiji, padahal ia harus mempekerjakan dua orang pembantunya.
Tidak tersedianya elpiji juga dirasakan Yani, ibu rumah tangga yang tinggal di daerah kampung Jati, Limbangan Barat. Ia terpaksa harus membeli elpiji tabung 12 kilogram seharga Rp. 84 ribu rupiah. Padahal biasanya hanya Rp. 79 ribu.
Baik Maman maupun Yani berharap pemerintah memperhatikan masyarakat kecil. Karena sejak diberlakukannya konversi minyak tanah ke gas, harga gas dan kelangsungan ketersediaan gas tidak menentu. (Yuyus)