Oleh: Muhammad Rofik Mualimin (Dosen STAI Yogyakarta/Pengasuh PP Latifah Mubarokiyah)
YOGYAKARTA || Bedanews.com – Semua sepakat: lingkungan lebih dari sekadar “aset”—ia adalah napas keberlanjutan yang menopang generasi mendatang. Sayangnya, dalam praktiknya, banyak kebijakan “hijau” yang masih berada di ujung pisau antara ideal dan pragmatisme politik. Mari dikulik bersama.
Ekonomi hijau, menurut Rizka Zulfikar dkk. (2019: 45–67), dalam Pengantar Green Economy, adalah jembatan antara pembangunan, keadilan sosial dan keseimbangan ekologis. Digarisbawahi bahwa tanpa perubahan perilaku besar masyarakat dan pemerintah, konsep ini akan tetap jadi wacana indah tanpa aksi nyata.
Di ranah kebijakan, Indonesia memperkenalkan taksonomi investasi hijau yang mengklasifikasikan investasi—dengan sistem lampu lalu lintas: hijau, kuning (amber) dan merah.