Lembaga Indikator Politik Indonesia mencoba memotret kondisi demokrasi di Indonesia melalui survei opini publik. Salah satu yang menjadi variabel, yakni hak menyatakan pendapat.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pihaknya menanyakan setuju tidaknya responden dengan adanya pernyataan bahwa warga makin takut dalam menyatakan pendapat.
“Hasilnya 21,9 persen sangat setuju; 47,7 persen agak setuju, 22 persen kurang setuju; dan 3,6 persen tidak setuju sama sekali,” tutur Burhanuddin saat diskusi virtual, (merdeka.com, 25/10/2020)
Demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani, demos yang artinya rakyat atau khalayak manusia, dan kratia yang artinya hukum. Secara etimologis, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat yang didasarkan pada hak-hak individu.
Dalam sistem ini setiap warga negara (individu) dapat menjadi pihak yang berkuasa tanpa memandang dari suku mana atau agama individu tersebut berasal.
Demokrasi sendiri berhukum pada hukum buatan manusia yang lemah dan mempunyai keterbatasan.
Sistem demokrasi hanya akan melahirkan negara korporasi dan negara polisi (represi). Mewadahi perbedaan dalam demokrasi hanya retorika belaka.
Faktanya, sikap kritis rakyat terhadap penguasa dibungkam bila mengganggu kepentingan korporasi. Terbukti dengan banyaknya standar ganda dan batasan dalam menyikapi kritik rakyat.
Dalam pemerintahan Islam, yaitu khilafah bukan negara yang antikritik.
Karena Islam menetapkan standar dan batasan yang baku dalam menyikapi perbedaan pandangan antara rakyat dengan hukkam (hukum dan keamanan). Tidak ada standar ganda dalam melihat perbedaan pendapat.
Al-Qur’an menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebersamaan, sungguhpun umat Islam terlibat sebagai subjek atau objek dalam suatu persoalan.
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu berlaku tidak adil.” (QS. al-Maidah [5]: 8)
Ayat di atas menyatakan, betapa pentingnya keadilan dan perlunya jiwa yang besar dalam mewujudkan keadilan itu. Tidak dibenarkan rasa keadilan dikorbankan demi kepentingan subjektivitas. Maka persoalan pluralitas masyarakat dapat diatasi dengan baik. Wallahu a’lam bishshawab.
Penulis adalah Pendidik Generasi dan Member AMK