Penduduk desa pun tak bisa memanfaatkan air Citarum sebagai sumber penghidupan. Alih-alih bisa meminumnya, yang didapat malah sumur-sumur mereka tercemar. Bahkan banyak penduduk yang terserang gatal-gatal dan terkena penyakit kulit.
Sungai kebanggaan Jawa Barat yang panjangnya sekira 300 kilometer dan membentang di 10 wilayah Kabupaten dan 3 Kota itu, benar-benar pudar keelokannya. Airnya berbau busuk dan menghitam warnanya. Ratusan pabrik menumpahkan limbah cairnya ke DAS Citarum sehingga merusak ekosistem yang ada. Semburat cahaya mentari yang kilaunya indah menembus sampai dasar sungai, tak lagi bisa kita nikmati karena terhalang genangan sampah yang menutupi permukaannya.
Pepohonan hijau yang mengitarinya pun semakin langka. Penggundulan hutan terjadi terus menerus yang mengakibatkan kian meluasnya lahan kritis. Sebagai gantinya bangunan-bangunan liar dan kumuh tampak memadati bantaran sungai Citarum dan pinggirannya. Di anak-anak sungainya, cucu cicitnya sungai Citarum sampai parit-paritnya pun dikotori dan dicemari akibat ulah manusia. Termasuk limbah cair industri, limbah kotoran ternak dan limbah tinja manusia. Semuanya tumpah ke DAS Citarum yang sejak abad ke-5 sudah terkenal sampai ke negeri Cina.