Bandung, BEDAnews – Pengadilan Negeri Bandung kembali menggelar sidang penambangan dengan terdakwa pengusaha tambang pasir asal Galunggung, Kabupaten Tasikmalaya, Endang Abdul Malik.
Sidang kasus pengusaha tambang pasir Galunggung ini digelar di ruang II Wirjono Prodjodikoro yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Panji Surono pada Senin 17 Nopember 2025.
Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Wawan Kurniawan, Edi Rahmat, Dede Rusdiana dan Rudi Rudiana.
Menurut saksi Wawan Kurniawan mengatakan tahun 2014 izin CV. Putra Mandiri sudah habis masa izinnya dan tidak bisa diperpanjang, kemudian mendirikan perusahaan baru dengan nama CV Galunggung Mandiri ditunjuk sebagai Dirut
Menurut Wawan penambangan tersebut berupa pasir dan batu, dengan luas lahan sekitar 5 hektar.
Ditanah yang izinnya sudah habis ditemukan gundukan tanah diperkirakan 30 kubik.
Sementara saksi Edi Rahmat koordinator kendaraan mengatakan alasan memindahkan gundukan pasir tersebut dipindah ke posisi lahan yang lebih aman, dengan alasan takut terbawa arus karena saat itu musim hujan.
Saksi Dede Rusdiana
“Pemerataan pasir tersebut atas perintah mandor Kurnia dan pengambilan pasir tersebut sudah berlangsung 3 Minggu, pekerjaan tersebut dilakukan satu kali dalam seminggu,” tutur saksi Dede
Endang Abdul Malik atau lebih dikenal Endang Juta memang tak memiliki izin dalam melakukan penambangan pasir di wilayah Tasikmalaya.
Dalam sehari, Endang Juta berhasil menambang pasir sebanyak 500 meter persegi. Kemudian, terdakwa menjualnya dengan harga Rp 650 ribu per 6 meter kubik, dengan keuntungan kisaran Rp 50 ribu-70 ribu per 6 kubik.
Perbuatan terdakwa telah melanggar pasal 158 UU RI nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU RI nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara (UU Minerba) jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP jo pasal 64 kesatu KUHP.
Dalam ketentuan pidana UU Minerba, pasal 158 UU nomor 3 tahun 2020, berbunyi setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan atau IUP, izin pertambangan rakyat (IPR) atau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat dikenakan sanksi pidana ancaman pidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.












