Oleh karenanya, segala perbuatan dan perilaku Jokowi dari sisi pertanggungjawaban hukum ketatanegaraan terhadap dampak politik, hukum dan ekonomi yang merugikan bangsa dan negara, adalah hal yang patut dipermasalahkan sebagai beban hukum seorang Presiden RI saat berkuasa oleh sebab RI adalah negara yang berdasar hukum (rechtstaat/rule of law) dan setiap WNI equal atau sama kedudukannya dihadapan hukum.
Sehingga Jokowi oleh publik dianggap holding company atau pabrik kerusakan politik ekonomi dan hukum serta rusaknya moralitas penguasa (moral hazard) di era kepemimpinannya dan akhirnya semua kerusakan moral menjadi residu bagi Prabowo Subianto dan para pemimpin lainnya yang akan datang.
Oleh karenanya, tentu saja publik tidak menerima yel-yel hidup Jokowi, kalimat yang terdiri dua kata ini, adalah sebuah tantangan yang illogical mirip oposisi namun tidak proporsional, karena terbalik, perlawanan dari penguasa justru kepada kehendak rakyat, yang sebelumnya publik menganggap Prabowo adalah saksi kunci dan hakekatnya justru Prabowo selaku anak bangsa substantif merupakan ‘korban dari Jokowi’ karena (menerima residu) dari perilaku kebijakan abnormal dari pola kepemimpinan Jokowi (attitude leadership), sehingga sebagian besar tokoh oposisi yang mendukung Prabowo berharap, setelah Prabowo menjadi orang nomor satu di republik ini, dengan segala kekuasaannya, akan menjadi titik sentral tokoh penguasa tertinggi yang bakal memimpin dan memerintahkan para aparaturnya behavior and law enforcement, atau faktor perilaku dan penegakan hukum mesti dilakukan secara clear and clean ” jelas dan bersih terhadap sosok Jokowi eks Presiden RI ke-7, namun nyatanya kontradiktif serta kontroversial memutus rantai harapan dari para tokoh di berbagai kelompok.