18. Prabu Dewa Sanghiyang (1012-1019 M)
Prabu Dewa Sanghiyang naik tahta Sunda menggantikan kakeknya, Prabu Brajawisesa Setelahnya tahta sunda kemudian diwariskan kepada anaknya, Prabu sanghiyang Ageung (mp. 1019-1030 M).
19. Prabu Sanghiyang Ageung (1019-1030 M)
Raja ke-19 dari tahta Sunda, yang memerintah dari tahun 1019 hingga 1030 M. Ia memerintah kerajaan Sunda dan berkedudukan di istana Galuh. Ia menikah dengan putri dari Sriwijaya, yang masih kerabat dari raja Wurawuri. Dari perkawinannya, ia mempunyai anak yang bernama Jayabhupati (mp. 1030-1042 M), yang kemudian menggantikannya. Sri Jayabhupati inilah yang kemudian membuat prasasti Cibadak.
20. Sri Jayabhupati (1030-1042 M)
Sri Jayabhupati atau lengkapnya Prabu Detya Maharaja Sri Jayabhupati, naik tahta Sunda yang ke-20, menggantikan ayahnya Prabu Sanghiyang Ageng (mp. 1019-1030 M) Ayahnya, Prabu Sanghiyang Ageng , sedang ibunya berasal dari ibu dari putri Sriwijaya. Ia menjadi menantu dari Darmawangsa Teguh dari Jawa, yang juga mertua dari Erlangga. Istrinya merupakan adik dari Dewi Laksmi, istri Airlangga (1019-1042 M), yang kemudian menjadi prameswarinya. Karena pernikahannya tersebut, ia kemudian mendapat anugrah gelar dari mertuanya (Dharmawangsa), gelar ini yang dicantumkan dalam prasasti Cibadak. Prasasti peninggalan Sri Jayabhupati ditemukan di daerah Cibadak Sukabumi, sehingga kemudian prasasti ini dikenal dengan nama Prsasati jayabhupati atau Prasasti Cibadak. Prasasti ini terdiri dari 40 baris sehingga memerlukan 4 buah batu untuk menulisnya. Prasasti ini ditulis dalam bahasa dan huruf Jawa kuno, yang sekarang disimpan di museum pusat, dengan code D73 (dari Cicatih), D96, D97, D98