Adapun yang menjadi dasar menjemput lailatul qadar pada malam-malam ganjil dan anjuran mencarinya pada malam ke-23 atau ke-27 adalah berdasarkan hadits dari Abu Amr., mengatakan bahwa: “Kalian sebaiknya menjemput lailatul qadar pada salah satu dari dua-tujuh, yakni pada malam ke-23 (tujuh malam menjelang akhir Ramadhan) atau pada malam ke-27 (malam ke-7 dari sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, dihitung mulai dari malam ke-21). Demikian pula hadits dari Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad dan Imam An-Nasai. “Carilah lailatul qadar pada malam ketujuh yang terakhir (malam ke-23 atau ke-27).
Namun demikian, kebanyakan para ulama ahli tafsir seperti Abi Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi dalam karyanya Tafsir al-Baghawi/Ma’alimut Tanzil (hal. 1433); Imam As-Shuyuthi dalam karyanya ad-Durul Mantsur, at-Tafsiru bil Ma’tsur (Jilid ke-15, hal. 543), Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurtubhy, Jilid ke-22, hal. 390; Ibnu Katsir dalam karyanya Tafsir al-Qur’anul ‘Adhim, jilid ke-8, hal. 448, pada umumnya mengutip hadits riwayat Imam Bukhori yang mengatakan, “Carilah lailatul qadar pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari Ramadhan).