Oleh: Ahmad Rusdiana,(GuruBesar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Dalam salah satu kitab karya Imam Ghazali. I’anatuth Thalibin-Syarah Fathul Mu’in, jilid ke-2, hal. 257, beliau mengatakan, ”Jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Ahad atau Rabu, lailatul qadar kemungkinan jatuh pada malam ke-29; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai pada hari Senin, kemungkinan lailatul qadar jatuh pada malam ke-21; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Selasa atau Jumat, lailatul qadar akan jatuh pada malam ke-27; jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Kamis, lailatul qadar akan jatuh pada malam ke-25; dan jika ibadah puasa Ramadhan dimulai Sabtu, lailatul qadar akan jatuh pada malam ka-23.
Berdasarkan perbuatan yang dilakukan Rasulullah saw, kebanyakan ulama menganjurkan kita untuk mencari lailatul qadar pada malam-malam ganjil, yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Namun, dari malam-malam ganjil tersebut, kebanyakan ulama sangat mengajurkan kita untuk menjemput lailatul qadar pada malam ke-23 atau ke-27.
Adapun yang menjadi dasar menjemput lailatul qadar pada malam-malam ganjil dan anjuran mencarinya pada malam ke-23 atau ke-27 adalah berdasarkan hadits dari Abu Amr., mengatakan bahwa: “Kalian sebaiknya menjemput lailatul qadar pada salah satu dari dua-tujuh, yakni pada malam ke-23 (tujuh malam menjelang akhir Ramadhan) atau pada malam ke-27 (malam ke-7 dari sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, dihitung mulai dari malam ke-21). Demikian pula hadits dari Ibnu Abi Syaibah, Imam Ahmad dan Imam An-Nasai. “Carilah lailatul qadar pada malam ketujuh yang terakhir (malam ke-23 atau ke-27).
Namun demikian, kebanyakan para ulama ahli tafsir seperti Abi Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi dalam karyanya Tafsir al-Baghawi/Ma’alimut Tanzil (hal. 1433); Imam As-Shuyuthi dalam karyanya ad-Durul Mantsur, at-Tafsiru bil Ma’tsur (Jilid ke-15, hal. 543), Al-Qurthubi dalam Tafsir al-Qurtubhy, Jilid ke-22, hal. 390; Ibnu Katsir dalam karyanya Tafsir al-Qur’anul ‘Adhim, jilid ke-8, hal. 448, pada umumnya mengutip hadits riwayat Imam Bukhori yang mengatakan, “Carilah lailatul qadar pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari Ramadhan).
Namun demikian, satu hal yang terpenting dalam mencari dan menjemput lailatul qadar adalah keyakinan adanya lailatul qadar pada setiap Ramadhan. Adapun waktu tepat kehadirannya hanya Allah yang mengetahuinya. Kita hanya berharap mendapatkan kemuliaan malam yang setara dengan ibadah selama seribu bulan tersebut. Untuk dapat meraihnya, kita dianjurkan untuk meningkatkan ibadah dan dzikir pada malam-malam sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan. I’tikaf merupakan salah satu ibadah yang selayaknya dilakukan untuk menjemput malam kemuliaan tersebut.
Menurut Ibnu Rajab dalam karyanya, Lathaiful Ma’arif fima Liwasmil ‘am Minal Wadhaif (hal. 340), setidaknya terdapat beberapa perbuatan yang harus kita lakukan agar kita dapat meraih malam kemuliaan.
Pertama; Tunduk dan pasrah kepada perintah Allah sejak awal Ramadhan. Dengan kata lain kita harus meyakini dengan benar bahwa ibadah puasa merupakan perintah Allah dan harus dilaksanakan lillahi ta’ala alias ikhlas.
Kedua ; Senantiasa menghiasi malam-malam selama bulan Ramadhan dengan melaksanakan ibadah shalat, baik shalat wajib maupun sunat. Kita pun harus mengupayakan tidak meninggalkan shalat wajib secara berjamaah. Jika belum mampu melaksanakan shalat wajib berjamaah secara keseluruhan, tingkat paling minimal kita tidak meninggalkan shalat Shubuh dan shalat Isya berjamaah, sebab bagi mereka yang melaksanakan shalat Shubuh dan Isya berjamaah kemungkinan besar masih akan dapat meraih keutamaan lailatul qadar.
Ketiga; Senantiasa melaksanakan ibadah shalat Jumat dengan khusyuk dan sebaik mungkin.
Keempat; Senantiasa menjaga seluruh anggota badan dari perbuatan maksiat.
Menundukkan pandangan dan mengendalikan lisan dari ghibah harus benar-benar dilaksanakan. Intinya, kita harus menghias jiwa raga dengan nilai-nilai ibadah, akhlak mulia, dan berusaha keras menjauhi segala perbuatan maksiat.
Sungguh berbahagia dan akan menjadi nilai lebih dari ibadah puasa Ramadhan jika kita dapat meraih keutamaan malam seribu bulan ini. Oleh karena itu, i’tikaf, berbagai ibadah dan dzikir harus benar-benar ditingkatkan agar kita ditakdirkan Allah menjadi bagian dari orang-orang yang meraih lailatul qadar seraya mendapat hidayah, inayah, rahmat, dan ampunan Allah. Semoga.
(Wallahu A’lam Bishowab).
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/ search?q =buku+a.rusdiana +shopee&source (3) https://play.google.com/store/books/author?id***rie