Sejatinya permasalahan parkir di Jakarta bukan persoalan baru. Publik sudah lama mengetahui bahwa sektor ini sangat kompleks dan dugaan penuh tumpang tindih kewenangan. Bahkan, muncul dugaan adanya keterlibatan oknum anggota dewan dan pejabat pemerintah dalam praktik-praktik pengelolaan parkir. Kelompok atau individu yang memiliki kepentingan tertentu diduga ikut menguasai lahan parker baik secara resmi atau illegal, untuk tujuan mendapatkan keuntungan. Semua itu diduga kuat menjadikan sektor parkir berpotensi rawan penyimpangan dan sulit dibenahi.
Padahal, sektor parkir menyimpan potensi besar sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), asalkan dikelola secara profesional dan transparan. Sayangnya, dugaan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) telah membuat potensi tersebut bocor dan berujung pada potensi timbulnya kerugian daerah. Permasalahan ini tidak hanya bersifat teknis seperti soal tarif atau ketersediaan lahan parkir, tetapi juga menyentuh aspek kelembagaan, budaya masyarakat, serta lemahnya penegakan hukum.