
Pada kesempatan tersebut, Rofiq Muchsin mengatakan, radikalisme tumbuh subur karena emosi, maka yang keluar dari sikapnya itu hanya emosi.
“Ada juga tokoh agama yang memanfaatkan ketokohannya untuk memanipulasi ummat. Di tambah, ketidaktahuan publik yang semakin mewarnai dominasi kelompok radikal di masyarakat,” ujarnya.
Pernyataan tersebut didukung oleh Rayla Prajnariswari, bahwa menurut teorinya, kelompok radikalisme berpotensi melakukan aksi terorisme pada tahun 2021 karena ada kekuatan, kemampuan, niat, dan kedekatan atau afilasi dengan kelompok lain.
“Selain itu, situasi pandemi Covid-19 tergolong memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi karena secara teoritis gerakan radikalisme muncul ketika kemampuan ekonomi sangat rendah. Untuk itu, Pemerintah berupaya memberantas radikalisme terorisme dengan melakukan pendekatan hard power dan soft power,” tuturnya.