Damai Hari Lubis (Pemerhati Para Aktivis Anti Kebijakan Jokowi)
JAKARTA || Bedanews.com – Mereka para kelompok kritikus yang selalu mengamati kebijakan langkah politik ekonomi dan hukum rezim Jokowi, dan dikenal vokal serta memiliki naluri reaksi cepat penolakan, saat baru saja rezim penguasa melakukan pelanggaran sistim politik, sistim ekonomi dan hukum.
Dan dalam gerak juangnya kelompok ini ditandai oleh penulis sebagai kelompok yang bergabung didalam TPUA (Tim Pembela Ulama & Aktivis), AAB (Aliansi Anak Bangsa) dan KORLABI (Koordinator Pelaporan Bela Islam), yang dalam giat juangnya mereka menggunakan data empirik atau berbasis data (tidak apriori), serta selain narasi berita update, juga selebihnya current news dan actual news (baru dan realitas).
Dan para kritikus tersebut, sebagai kelompok aktivis yang sosok-sosoknya adalah Rizal Fadilah, Azam Khan, Muslim Arbi dan Taufik Bahauddin, senior aktivis Eggi Sujana, Ustad Noval dan orang-orang pendukung mereka yang tak boleh dilupakan, karena tanpa ada kata “dibelakang”, maka tak ada kalimat, “didepan”. Diantaranya Arvid Saktyo, Kurnia, termasuk yang lebih eksis dibelakang layar Hasibuan Johnson, Firly, Fitroh, Ratih, Nasution Rizky dan selebihnya para anggota lainnya
Maka idealnya gerak rutinitas giat juang perlawanan dan ketokohan mereka yang mudah dikenali, disebabkan aktivitas mereka sangat eksis dan menonjol, karena berupa pergerakan segelintir orang dalam ruang besar. Mereka para pejuang sejatinya juga dalam makna filosofis atau substantif sebagai budayawan atau pejuang peradaban yang ingin meluruskan mental miring dan menambal mental bocor agar berakhlak mulia melalui revolusi akhlak.
Para kritikus yang juga dikenal publik selaku oposan terhadap penguasa Istana rezim Jokowi ini, tingkat nasionalisme-nya rata-rata atas dan ekstra keras dalam perjuangannya, maka selayaknya ada pihak pihak yang menampung dalam sebuah wadah lalu difasilitasi sebatas kebutuhan dalam aksi giat dan juang, sekedar hanya untuk memfasilitasi dan suport dari donatur yang memiliki dan lumayan mampu dari sisi sektor kehidupannya. Demi spirit giat juang termasuk bagi siapapun yang memang membutuhkan bantuan. untuk mengadakan seminar, acara diskusi, membuat artikel artikel hukum, dan menghadiri undangan-undangan pegiat lain diluar kota atau studi banding dan mengundang peliputan media warta dan mengadakan diskusi-diskusi dan tatap muka, serta rapat rapat dengan para aktivis, menjadwalkan dan berkoordinasi dan turut serta aksi-aksi.
Karena diketahui, selama satu dekade atau satu dasawarsa selama rezim Jokowi ini berkuasa, asal anggaran/donasi mereka untuk menutupi perjuangan berasal dari urunan diantara mereka. Sedang modal besar mereka hanya berbekal ilmu dan pure keberanian dengan objek kritisi fenomena realitas dengan gejala-gejala perilaku rezim yang moral hazard dan miskinnya kepemimpinan (poor leadership). Dan selama ini fasilitas penyambung lidah mereka ada beberapa youtuber pejuang, diantaranya Bang Edy Mulyadi Channel, ada Mimbar tube dan Doel Duance, Arief (ES. Channel) serta Abdul Basit dll.
Diketahui, para asset perjuangan tersebut pandai menulis artikel, berani dan cakap dalam berorasi, rajin mengupdate berita. Dan rata-rata mental mereka tidak penakut dan bukan retorik, melainkan praktisi, riil berani menggugat penguasa baik melalui naras artikel lantang, juga kadang melalui acara monologis dan juga dialogis, diantaranya, kadang diundang oleh stasiun tv, kadang melalui podcast para pejuang. Juga tidak jarang melaporkan langsung sang penguasa setinggi apapun jabatannya, baik melaporkan sang penguasa ke pihak penyidik, maupun melalui badan peradilan dengan mengajukan gugatan kepada sang penguasa dzolim di hadapan badan peradilan umum.
Oleh karena tidak adanya sektor penyandang dana dalam satu dekade (10 tahun), sehingga personal para pejuang utamanya dari kelompok AAB yakni TPUA dan KORLABI dan kawan-kawan keanggotaannya tidak bertambah, sehingga faktor (financial/donasi) yang selama ini hanya terbatas hasil urunan beberapa anggotanya (aktivis/pelaku giat), akhirnya tidak dapat menopang dan menjangkau luas dan berbagai lapisan, dari mayoritas yang sebenarnya peduli dan mau turut serta berjuang, untuk merubah nasib bangsa yang sangat miris. *_Dan dari sisi pandang perihal bukti keterbatasan gerak juang, ini bukan diakibatkan faktor MINIMNYA DONASI, namun oleh sebab NIHILNYA DANA OPERASIONAL PENDUKUNG PARA AKTIVIS TPUA, AAB DAN KORLABI_*
Serta kemungkinan apa yang dialami para pegiat juang lainnya diluar dari kelompok TPUA dan AAB dan atau KORLABI adalah sama, hanya bermodalkan keberanian dan kemampuan ilmu namun banyak keterbatasan, sehingga terhalang sayap dan jangkauan target pencapaian giat juang-nya.
Sementara ada fenomena dengan komparasi yang jomplang, justru kelompok yang tanpa memiliki keberanian dan tanpa pergerakan, serta ilmu para tokohnya yang tidak jelas, namun malah mendapatkan dukungan moril bahkan materil.
Sehingga banyak giat juang umumnya, lesu terbentur dengan keterbatasan dan jauhnya kesadaran gotong royong, sementara mereka pun para geuine pegiat juang tanpa pamrih, tentunya memiliki kebutuhan keluarga yang primer, urgenitas diluar giat juang (pergerakan).
Hal ini apakah akan terulang paska 20 Oktober 2924? Mudah-mudahan pemimpin pengganti benar merupakan pengganti bukan berkelanjutan. Namun inilah sejarah bangsa muslim yang mayoritas namun bernasib LACUR, karena mau terjebak menerima “orang bodoh dan khianat” serta senang berdusta (2014-2024) serta gagal menjadi pemimpin, namun malah bakal memberi karpet merah dan penghormatan saat pelepasannya?