JAKARTA || Bedanews.com – Masih dalam rangka memperingati Hari Tani, Mirah Sumirat, SE, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), yang juga Presiden Woment Committe Asia Pasifik UNI Apro, memberikan tanggapan perihal Harga Beras di Indonesia termahal di negara-negara ASEAN.
“Sungguh aneh dan tidak habis pikir mengingat Indonesia adalah negara agraris , kenapa Harga berasnya bikin rakyat menangis!. ”Lalu buat apa keberadaan Badan Pangan Nasional ( BAPANAS) jika tidak bisa mengendalikan harga Pangan?!”.
Demikian disampaikan Mirah Sumirat dalam keterangan Pers tertulisnya pada media, Kamis (03/10).
Mirah Sumirat dengan nada kecewa menyampaikan bahwa, salah satu fungsi BAPANAS adalah stabilisasi pasokan dan harga pangan. Jika harga beras Indonesia lebih mahal dari negara-negara di ASEAN itu artinya Fungsi BAPANAS tidak berjalan.
Sebelumnya Indonesia punya Badan Urusan Logistik (BULOG) yang salah satu fungsinya hampir sama dengan BAPANAS yaitu stabilisasi pasokan dan harga pangan. “Kenapa tidak dimaksimalkan saja Fungsi BULOG dari pada Pemerintah membuat badan baru seperti BAPANAS yang ternyata hanya menjadi “Bayangan” keberadaan BULOG dan dari kacamata anggaran, keberadaan BAPANAS tidak efektif malah terjadi pemborosan APBN dengan membayar mahal para pejabat BAPANAS,” tegas Mirah Sumirat dengan nada kesal.
Mirah Sumirat mengungkapkan bahwa, Beras sejak jaman dulu sudah menjadi makanan pokok di Indonesia, jenisnya juga banyak ragam, ada beras Putih, beras merah, beras ketan, beras hitam , beras coklat, beras organik. Kekayaan hayati yang luar biasa mungkin tidak ada dinegara lain. Kesuburan tanah Indonesia telah memberikan sumbangan besar bagi kekayaan alam hayati dan ini perlu dikelola dengan sangat baik oleh orang – orang yang mengerti atau punya kompetensi atas hal ini. Jika di berikan pengelolaannya kepada orang yang salah maka yang terjadi adalah buruknya pengelolaan. “Indonesia memiliki sumber daya Alam luar biasa berlimpah hal ini telah memberikan sumbangan besar bagi Korporasi dan sangat mempengaruhi persaingan karena memiliki kekuatan besar, menguasai pasar dengan menekan harga beras sehingga petani kita mengalami kesulitan dalam bersaing, disisi lain Negara belum membantu secara maksimal,” imbuhnya.
Mirah Sumirat berharap, hal ini dapat disikapi dengan serius oleh pemerintahan yang baru, dengan memberikan insentif bagi petani dan mengajak generasi muda mau bekerja sebagai petani, pertanian merupakan penyerapan tenaga kerja yang besar, bisa menjadi pilihan yang menjanjikan untuk hidup sejahtera di tengah-tengah keberadaan Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja sudah tidak memihak kepada pekerja / buruh dengan upah murah,Job Security tidak ada, mudah di PHK, sistem kerja kontrak berkepanjangan.
Mirah Sumirat memberikan saran terkait permasalahan pertanian. Segera perbaiki sistem irigasi sehingga kebutuhan air bagi petani bisa tercukupi kapanpun.
Banyak anak bangsa yang pandai bisa membuat tehnologi pertanian yang modern, buat benih yang unggul, bisa mengetahui cuaca dan kandungan tanah yang cocok untuk jenis tanaman yang bisa menghasilkan panen yang unggul, bagaimana cara menghilangkan hama yang merugikan petani, misalnya tikus dan hama lainnya.
Batasi Import dengan cara menjaga keseimbangan produksi beras lokal dan kebutuhan yang ada.
Subsidi Pupuk dan alat pertanian sehingga mengurangi beban biaya yang dikeluarkan oleh Petani.
“Saat ini petani mengeluhkan betapa sulitnya hanya untuk mendapatkan pupuk subsidi dan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 11% berdampak pada harga pupuk yang semakin mahal. Belum lagi saat ini banyak Petani yang tidak memiliki lahan pertanian sendiri alias Petani penggarap. Mereka tidak mempunyai sawah sendiri tetapi, mengolah sawah milik orang lain dengan sistem sewa atau bagi hasil. Hal – hal yang sangat mendasar segera harus dilakukan, supaya kebutuhan pangan bagi rakyat Indonesia bisa teratasi, harga pangan terutama beras kembali murah bagi rakyat, sehingga keutuhan berbangsa dan bernegara bisa terjaga,” pungkas Mirah Sumirat. (Red).