Bila kita kembali pada konsep Islam, maka akan kita dapati hal yang sangat berbeda dalam hal penataan ruang. Berawal dari kebijakan mendasar dalam Islam terkait dengan pembangunan yang tidak dilepaskan dari sistem ekonomi yang diterapkan yaitu sistem ekonomi Islam. Dari sini negara mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelenggaraan negara. Bukan seperti halnya dalam sistem kapitalisme yang membiayai penyelenggaran negara bertumpu pada utang dan melibatkan korporasi. Ketika negara dalam konsep Islam harus membangun infrastruktur maka akan menggunakan dana Baitul Mal. Sehingga negara akan terbebas dari intervensi para pengusaha baik asing maupun lokal.
Berkaitan dengan penataan ruang dan wilayah dalam kitab al-Ahkam as-Sulthaniyyah, al-mawardi menyatakan, “Qadhi Hisbah yang mengepalai Dar al-Hisbah berhak untuk melarang orang yang mendirikan bangunan di jalan yang digunakan lalu lintas, sekaligus bisa menginstruksikan kepada mereka untuk menghancurkan bangunan yang mereka dirikan. Sekalipun bangunan tersebut adalah Masjid. Karena kepentingan jalan adalah untuk perjalanan bukan untuk bangunan. Qadhi Hisbah juga berhak untuk melarang siapa pun meletakkan barang-barang dagangan dan bahan-bahan/alat bangunan di jalan-jalan dan