Oleh: A Rusdiana
Di era modern saat ini banyak manusia semakin menunjukkan sikap hedonis. Sebuah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia jika bisa mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup. Pandangan ini mengakibatkan manusia berusaha mencari kebahagiaan dengan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan berbagai daya upaya. Cara-cara mendapatkan harta pun tidak mempedulikan norma-norma agama dan aturan yang ada. Halal haram tabrak saja yang penting harta banyak dan kebahagiaan bisa dirasa. Saat ini juga kita rasakan banyak manusia yang mementingkan kuantitas dari pada kualitas harta. Manusia modern mementingkan jumlah daripada berkah harta yang dimiliki. Ini terlihat dari orientasi hidup dan prinsip manusia saat ini yang beranggapan bahwa hidup dan rezeki adalah matematika yakni satu tambah satu sama dengan dua.
Padahal rezeki dalam kehidupan ini tidak bisa dihitung dengan ilmu matematika. Dalam hidup terkadang 1+1 memang 2, namun bisa saja 1+1=11 atau 1+1 bisa jadi 0. Banyak yang bermodal besar tapi tidak mendapat untung besar dalam usaha. Sementara banyak yang usaha kecil tapi rezeki terus mengalir. Itu adalah rahasia Allah SWT.
Banyak kita lihat orang bekerja, pergi pagi pulang sore, peras keringat, banting tulang, sampai-sampai berani meninggalkan shalat dan ibadah wajib lainnya namun kehidupan ekonominya begitu-begitu saja. Sementara ada yang bekerja dengan biasa-biasa saja, bisa menjalankan ibadah dengan tenang, namun rezeki yang didapatnya terus mengalir dan berlipat ganda. Ini menjadi renungan kita bersama bahwa Allah SWT telah memberikan rizki berupa harta kepada masing-masing manusia. Rezeki manusia tak akan tertukar dengan rezeki orang lain. Yang terpenting dari kita adalah harus terus berusaha dengan baik seraya berdoa dan menyadari bahwa Allah telah membagi rezeki kepada orang-orang yang dikehendaki. Allah Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 37:
Segala hal terkait dengan rezeki yang sudah didapatkan haruslah kita syukuri. Dengan syukur, kita tidak lagi selalu menghitung-hitung jumlah harta yang kita miliki. Harta adalah washilah (lantaran) saja untuk kita bisa beribadah dengan tenang kepada Allah. Karena perlu dicatat dan diingat bahwa tugas utama kita hidup di dunia ini adalah memang untuk beribadah menyembah Allah SWT sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Syukur ini akan membawa kita tenang dalam menghadapi kerasnya kehidupan dunia. Walau sedikit harta yang dimiliki, jika kita bersyukur, kita akan hidup dengan tenang bersama keluarga. Sebaliknya, biar pun bergelimang harta, tapi rasa syukur tak ada, maka kegersangan hidup dan ketidaknyamanan akan selalu terasa dalam langkah kehidupan kita.
Syukur akan membuahkan hasil yang manis karena dengan bersyukur Allah akan menambahkan nikmat yang telah diberikan kepada kita. Allah berfirman dalam Surat Ibrahim ayat 7:
Dan (ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, “Sesungguh¬nya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim[14]: 7)
Banyak di zaman sekarang ini orang yang hanya memikirkan jumlah gaji pekerjaan yang ia lakukan. Jika kita renungkan sebenarnya gaji atau pendapatan itu tidak ada apa-apanya dibanding gaji yang telah diberikan Allah kepada kita semua. Logika matematis dalam menyikapi harta ini lambat laun akan melupakan esensi dari status harta itu sendiri. Perlu kita sadari bahwa harta hanya titipan dari Allah yang suatu waktu akan hilang dari kita dan diambil oleh yang paling berhak memilikinya.
Kesadaran bahwa harta hanya sebuah titipan ini akan memunculkan sikap senang berbagi, bersedekah dan berzakat. Kita tak perlu khawatir jika kita memberikan harta kita kepada orang lain, harta kita akan jadi berkurang. Sekali lagi hidup bukanlah matematika. Sesuatu yang kita berikan kepada sesama, pada suatu hari pasti akan kita dapatkan kembali karena hakikat memberi adalah menerima.
Di akhir khutbah ini mari kita renungkan Al-Qur’an Surat Ath-Tholaq ayat 2-3:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (2). Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (3)” (QS. Ath-Tholaq [65]:2-3).
Ayat ini memberikan petunjuk kepada kita bahwa jika kita ingin hidup dalam ketenangan maka hiduplah dalam ketakwaan dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Selain akan diberikan ketenangan hidup dan jalan keluar dari segala permasalahan di dunia, jika kita bertakwa, kita juga akan diberi rezeki dari arah yang tidak kita duga-duga. Jika kita betul-betul percaya (tawakal) kepada Allah, sungguh Allah akan memberikan kita rezeki seperti burung yang pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali pada sore harinya dalam keadaan kenyang. Yakinlah, Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.
Dari kandungan diatas, ada tiga pembelajaran berharga bagi kita, diantanya:
Pertama: Ketakwaan sebagai Sumber Kualitas Rezeki Dalam Surat Ath-Tholaq ayat 2, Allah berfirman, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” Ini menunjukkan bahwa ketakwaan adalah kunci bagi manusia untuk mendapatkan rezeki yang berkualitas. Ketakwaan bukan hanya tentang menjalankan perintah Allah, tetapi juga tentang menjaga integritas dan moral dalam mencari rezeki. Jika seseorang bertakwa, Allah akan memberinya jalan keluar dari berbagai kesulitan, termasuk dalam masalah ekonomi dan keuangan. Rezeki yang berkualitas bukan hanya dinilai dari jumlah, tetapi dari keberkahan yang menyertainya, yang membuat hati tenang dan puas.
Kedua: Tawakal Membawa Ketentraman dalam Menerima Rezeki Lanjutan dari ayat tersebut juga menekankan pentingnya tawakal, “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” Tawakal adalah keyakinan penuh bahwa Allah akan memberikan rezeki yang cukup sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat orang yang berjuang keras mencari rezeki, namun tanpa tawakal, mereka mudah merasa tidak puas atau khawatir akan masa depan. Tawakal mengajarkan kita untuk menerima rezeki dengan penuh syukur, percaya bahwa Allah Maha Mengetahui kebutuhan kita. Dengan tawakal, kita akan selalu merasa cukup, meskipun secara kuantitas rezeki kita mungkin tidak sebesar yang orang lain miliki.
Ketiga: Rezeki dari Arah yang Tidak Disangka-Sangka Ayat ini juga menekankan bahwa Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka kepada hamba-Nya yang bertakwa. Banyak orang terjebak dalam pola pikir bahwa rezeki hanya datang dari satu arah, seperti pekerjaan atau usaha yang mereka lakukan. Padahal, Allah bisa membuka pintu rezeki dari berbagai arah yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Ini menjadi pengingat bahwa manusia tidak boleh bergantung sepenuhnya pada usaha fisiknya saja, tetapi juga harus percaya kepada rahmat dan karunia Allah. Sering kali, dalam kehidupan nyata, kita menemui momen di mana bantuan atau rezeki datang dari jalan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Inilah salah satu bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang bertakwa.
Menimbang kualitas dan kuantitas rezeki adalah hal yang penting dalam kehidupan seorang Muslim. Melalui ketakwaan, kita bisa mendapatkan rezeki yang berkualitas, yaitu yang membawa keberkahan dan ketenangan jiwa. Tawakal membuat kita merasa cukup dengan apa yang kita terima, tanpa rasa tamak atau khawatir yang berlebihan. Dan, kita juga harus yakin bahwa Allah memiliki cara-Nya sendiri dalam memberikan rezeki, bahkan dari arah yang tidak pernah kita duga.
Sebagai rekomendasi, hendaknya kita selalu menjaga ketakwaan dan tawakal dalam mencari rezeki. Jangan hanya fokus pada kuantitas rezeki yang ingin kita peroleh, tetapi juga perhatikan cara kita mendapatkannya dan bagaimana kita memanfaatkannya. Dengan begitu, kita tidak hanya akan merasa cukup secara materi, tetapi juga secara spiritual, karena kita hidup dalam naungan rahmat dan keberkahan Allah. Semoga kita selalu diberi rezeki yang cukup, berkualitas, dan penuh dengan keberkahan. Aamiin. Wallahu ‘alam
* Artikel ini merupakan esensi khutbaha Jumat, 11 Oktober 2024
* Penulis adalah Gubes, dosen, tutor Manajemen Pendidikan Indonesia, pendiri, pembina YPI Tresna Bhakti, Kabupaten Ciamis- dan Al-Misbah Kota Bandung.