KAB. BANDUNG || bedanews.com — Ketergantungan pedagang untuk melanjutkan usahanya ternyata lebih memilih Bank Keliling (Renternir) dan Bank Emok, yang terbukti puluhan Renternir kelayapan diseputaran Pasar Soreang menagih cicilan harian kepada para pedagang.
Dari obrolan kedua orang renternir yang tengah beristirahat di Kantin Pasar Sehat Soreang, bedanews.com ada mendengar jumlah uang pinjaman yang diberikan nasabahnya bisa mencapai Rp15 juta hingga Rp25 juta, dengan pembayaran hariannya mencapai ratusan ribu.
Sementara pedagang lainnya meminjam hanya jutaan saja, itu pun diakui salah salah seorang dari mereka berdua, kadang kala susah menagihnya karena alasan nasabah dagangannya sepi atau uangnya belum terkumpul.
Berbeda dengan Bank Emok yang pada waktu pembayaran, nasabah mau tidak mau harus ada uangnya atau harus dibayar secara tanggung renteng oleh para anggotanya. Inilah perbedaan antara Renternir dengan Bank Emok, Renternir masih ada toleransi, sedangkan Bank Emok tidak butuh alasan apa pun saat harus membayar cicilan.
Seperti dikatakan salah seorang Nasabah Bank Emok juga Renternir, dengan nama samaran Susi (44), warga Soreang, sebenarnya antara keduanya tidak ada benarnya. Hanya masalah bunga dan ketepatan pembayaran saja yang menjadi dilema bagi semua nasabah.
Alasan dirinya menjadi nasabah kedua bank itu diakuinya karena ingin membuka usaha baru dengan modal yang diperolehnya, “Karena kami jelas usahanya sehingga tidak ada kesulitan saat mengajukan peminjaman modal,” ujarnya di Soreang, Kamis 13 April 2023.
Ketika disinggung mengenai adanya pinjaman modal tanpa bunga dari Pemerintah Kabupaten Bandung, ia hanya tersenyum kecil, menurutnya, uang sebesar Rp2 juta cukup buat modal apa, selain berdagang gorengan atau usaha kecil-kecilan saja.
Susi menjelaskan, besaran pinjaman dari Bank Emok ia memperoleh sebesar Rp8 juta, dan dari Bank Keliling (Renternir) sebesar Rp10 juta. Dengan jumlah uang ditangannya itu ia membuka usaha baru. “Alhamdulillah sekarang usahanya ada perkembangan, meski pendapatan tak besar, tapi bisa cukup menutupi pembayaran hutang cicilan,” sahutnya.
Berbeda dengan Susi yang berkeras mengandalkan modal dari pinjaman renternir, sebut saja Imas (40), warga Banjaran yang berhasil dimintai keterangan saat belanja di Pasar Soreang, menuturkan, ia lebih suka mengandalkan pinjaman modal tanpa bunga dari Pemkab Bandung.
Disebutkan Imas, meski pun pinjaman itu hanya Rp2 juta tapi ia merasa gembira karena menerima pula bantuan dari para anggota DPRD Kabupaten Bandung yang menginginkannya untuk bisa maju berkembang dalam memenuhi kebutuhannya.
Suami Imas yang hanya sopir angkot, itu pun bukanlah pemilik tapi sekedar buruh sopir. Jelas pendapatannya tidak menentu. Berkat dari modal usaha yang diterimanya itu, ia mampu memberikan tambahan pendapatan keluarga.
“Memang saya hanya menjual goreangan dan kopi seduh dirumah. Namun dari penjualan dagangannya itu ia cukuo mampu memperoleh keuntungan yang signifikan,” imbuhnya.
Ia sendiri mengaku pernah menjadi nasabah Bank Keliling dan Bank Emok, yang setiap pembayaran harus bertengkar dulu dengan suaminya disebabkan tidak ada uangnya. “Alhamdulillah setelah terlepas dari kedua bank itu, ia dan suaminya bisa hidup rukun kembali dan menjalani kehidupan dengan tenang,” tutupnya.***












