Sebaliknya, jika Jokowi tidak mengeluarkan perintah atau himbauan disertai larangan diselenggarakannya apel akbar dimaksud, maka terhadap Jokowi tentunya bakal ada interpretasi dan prediktif dari berbagai kalangan publik bangsa ini, bahwa “Jokowi adalah individu selaku otak atau perencana dibelakang layar pelaksanaan apel akbar dengan agenda politik melanjutkan wacana Presiden 3 (tiga) periode yang terganjal oleh sosok tokoh nasional Megawati Soekarno Poetri, anak kandung biologis presiden pertama NRI Ir. Soekarno.
Dan andaikan apel akbar dengan pola show of force ini berdampak negatif terhadap keamanan negara (chaos) serta menimbulkan tragedi berdarah terhadap masyarakat/WNI bahkan menjadi trigger lahirkan revolusi sosial, sehingga bangsa ini mengalami jatuh korban manusia (kerugian materil serta immaterial) maka beban pertanggungjawaban moral politik maupun keberlakuan sistem hukum harus dialamatkan dan dipikul utamanya serta diantaranya oleh Jokowi dan Kapolri serta para wakil rakyat yang juga selaku pejabat publik penyelenggara negara (yang tak mau mudeng/uncared) terkait eksistensi rencana agenda Apel Akbar dan segala resikonya atau gejala-gejala fenimena politik yang terjadi merupakan bagian politik (teori) konspirasi ? antara beberapa eksekutif (tidak semua) dan anggota legislatif (tidak semua).