Kota Bandung. BEDAnews.com – Selasa malam (14/11), acara penetapan nomor urut capres-cawapres di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, menjadi saksi dari momen yang tidak hanya unik tetapi juga kontroversial. Calon Wakil Presiden, Gibran Rakabuming Raka, dan Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep, mencium tangan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Aksi ini memicu beragam reaksi dan kritik dari berbagai kalangan yang menilai bahwa tindakan ini tidak hanya tidak pantas tetapi juga menciptakan citra politik yang kontroversial.
Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, terlihat sangat antusias saat Megawati tiba di acara tersebut. Meskipun momen ini seharusnya menjadi acara formal penetapan nomor urut, Gibran tanpa ragu meraih tangan Megawati dan menciumnya. Aksi ini tidak hanya dinilai tidak sesuai dengan protokol politik, tetapi juga dianggap sebagai tindakan yang menciptakan pertanyaan serius tentang etika dan standar perilaku dalam politik.
Tidak hanya Gibran, Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, ikut serta dalam momen kontroversial ini. Mengenakan jaket PSI berwarna merah, Kaesang mencium tangan Megawati sambil terbungkuk. Tindakan ini segera menjadi sorotan utama, dengan banyak pihak mengkritiknya sebagai ekspresi yang tidak seharusnya terjadi dalam konteks politik yang serius.
Munculnya pertanyaan seputar motivasi di balik tarian hormat ini menambah kompleksitas dari situasi tersebut. Beberapa pihak berspekulasi bahwa tindakan ini mungkin terkait dengan pesan politik tertentu atau kesepakatan di luar batas-batas formal. Kritik juga ditujukan kepada Megawati atas responsnya yang dianggap terlalu pasif dan kurang kritis terhadap tindakan kontroversial ini.
Bukan hanya tentang etika politik semata, momen ini menciptakan pertanyaan mendasar tentang arah politik yang diusung oleh para pemimpin muda. Harapannya, pemimpin muda dapat lebih memahami dan menghormati etika politik yang seharusnya menjadi dasar dalam perjalanan mereka di panggung politik nasional.
Polemik ini menjadi bukti bahwa citra politik sangat rentan terhadap tindakan-tindakan kontroversial. Masyarakat berharap bahwa para pemimpin dapat memberikan teladan yang baik dalam etika dan moralitas politik, daripada menciptakan pertanyaan dan keraguan di kalangan publik.