JAKARTA || Bedanews.com – Begitu seseorang menerima jabatan hakim, berarti ia telah mempersiapkan diri, sebagai abdi pelayan keadilan, menghamba kepada kebenaran, bahkan dalam situasi-situasi yang paling sulit.
Seorang hakim harus tabah, sekaligus memiliki keberanian yang besar, untuk senantiasa tegak lurus menjaga integritas dan amanah, yang tidak hanya akan dipertanggungjawabkan di dunia, tapi juga di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Agung, Prof. Dr. H. M. Syarifuddin, S.H, M.H dalam pidato Purnabakti Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru, Dr. Drs. H. Syahril, S.H, M.H, pada hari Jum’at (30 Agustus 2024), bertempat di Balai Serindit Aula Gubernuran Provinsi Riau.
“Saya yakin dan percaya, selama memangku jabatan, baik sebagai hakim, maupun sebagai pimpinan Pengadilan Tingkat Banding, begitu banyak ujian dan tantangan, yang telah dilalui oleh Bapak Dr. Drs. H. Syahril, S.H, M.H, sebab jabatan seorang hakim, memang sarat akan cobaan.
Jalan yang ditempuh seorang hakim tidaklah mudah, harus berpindah dari satu kota ke kota lain, dari satu pulau ke pulau lain, kadang harus berpisah dengan anak istri dan keluarga, demi mengabdi pada masyarakat dan negara. Belum lagi ujian yang datang silih berganti, baik itu berupa tekanan, psikis dan psikologis, maupun godaan materi dan sebagainya,” tutur Prof. Syarifuddin.
Lebih lanjut Ketua MA mengatakan, selaku anak jati Melayu, saya yakin bahwa Bapak Dr. Drs. H. Syahril, S.H, M.H, memahami betul, bagaimana Tunjuk Ajar Melayu menanamkan nilai-nilai amanah, baik dalam menjalankan tugas dan kewajiban, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam perspektif budaya Melayu, nilai-nilai keadilan merupakan fondasi utama, dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tegak dan runtuhnya suatu bangsa, bergantung pada tegak atau tidaknya keadilan. Dalam petuah Tunjuk Ajar Melayu, disebutkan:
Bila keadilan sudah mati, Di sanalah tempat binasa negeri
Bila keadilan sudah tercampak, Rakyat sengsara, negeri pun rusak
Bila keadilan sudah tenggelam, Dunia yang terang menjadi kelam
Menurutnya, inilah yang menjadi tugas berat seorang hakim. 24 jam kehidupannya bergelut dengan aktivitas yudisial, membaca dan mempelajari berkas perkara, bersidang, bermusyawarah dan menimbang, tak cukup dikantor, bahkan di bawa ke rumah, bahkan sebelum tidur dan bangun tidur pun memikirkan perkara, bertarung nalar dengan nurani,mempertimbangkan baik dan buruk, manfaat dan konsekuensi putusannya bagi nasib orang lain.
Tak jarang seorang hakim harus mengorbankan waktu bersama keluarga, istirahat malamnya kerap terganggu, tidur larut malam atau bangun dini hari, hanya untuk kembali berkutat dengan berkas perkara.
Diakhir sambutannya, mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung bidang Yudisial berpesan, banyak-banyaklah bersyukur kepada Allah Swt, karena berkat inayah-Nya, Bapak sampai pada gerbang akhir pengabdian dengan selamat sentosa, sehat wal afiat, bahkan purnabakti dalam kedudukan, sebagai ketua pengadilan tingkat banding, jabatan tertinggi yang dapat diraih seorang hakim pada tingkat judex facti.
Turut hadir dalam acara purnabakti tersebut, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non Yudisial, para Ketua Kamar Mahkamah Agung, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Provinsi Riau, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, para Ketua Pengadilan Agama se-wilayah Provinsi Riau, Ketua Umum Dharmayukti Karini, Ketua Dharmayukti Karini Mahkamah Agung beserta Pengurus Dharmayukti Karini Daerah dan Cabang. (Sena).