Hari Kesaktian Pancasila memberi pesan historis bahwa ideologi transnasional bisa saja mengguncang bangsa, tetapi nilai dasar Pancasila mampu menjadi penopang persatuan. Dari sisi edukasi, generasi muda bisa belajar tiga hal. Pertama, pentingnya keteguhan ideologis, sebab bangsa tanpa nilai bersama mudah terpecah. Kedua, pentingnya kesadaran politik yang kritis, agar masyarakat tidak mudah termakan propaganda. Ketiga, pentingnya empati kemanusiaan, karena tragedi 1965 meninggalkan luka sosial yang mengajarkan kita untuk menolak kekerasan sebagai solusi konflik. Masa depan bangsa ditentukan sejauh mana nilai ini diinternalisasi di ruang pendidikan, baik melalui kurikulum maupun budaya akademik.
Kedua: Benarkah Pancasila masih sakti?;
Kesaktian Pancasila bukanlah “mistik,” melainkan daya tahan ideologis. Ia terbukti mampu menghadapi berbagai rongrongan sejak 1965 hingga reformasi 1998. Bahkan di era demokrasi yang penuh turbulensi, Pancasila tetap menjadi titik temu berbagai kelompok. Kesaktiannya terletak pada fleksibilitas nilai, yang mampu beradaptasi dengan konteks zaman. Namun, sakti saja tidak cukup jika hanya diperingati secara ritual. Kesaktiannya diuji sejauh mana ia dipraktikkan dalam etika digital, keadilan hukum, dan integritas akademik. Jika Pancasila hidup dalam praktik nyata, maka ia masih sakti. Jika hanya berhenti di slogan, kesaktiannya tinggal mitos.