KAB. BANDUNG || bedanews.com — Ketua Jamparing Institute, H. Dadang Risdal Azis, menuntut PT Geodipa Energi untuk segera melakukan penggantian lahan yang sesuai aturan harus 2 kali lipat dari lahan yang dipergunakannya itu, yang seharusnya segera dilaksanakan setahun setelah surat perizinan turun.
Dadang yang akrab disapa Kang Daria itu, memprediksikan kerusakan lingkungan akibat dari pembangunan yang dilakukan Geodipa. Untuk saat ini mungkin belum ada tanda-tanda signifikan tapi di masa mendatang akan dirasakan masyarakat akibat dari pembabatan hutan lindung itu.
“Jadi saya meminta kepada geodipa untuk segera melakukan penggantian lahan yang sesuai dengan status lahan yang dipergunakannya,” katanya saat melakukan audensi ke Komisi A DPRD Kabupaten Bandung terkait penggantian lahan, Rabu 1 Maret 2023.
Apalagi surat itu rurun sejak tahun 2021, ungkap Kang Daria, jadi susah seharusnya penggantian lahan dilakukan yang sesuai dengan perundang-undangan. Dan jangan lagi terjadi kelalaian dalam kewajiban untuk memenuhi hal itu.
Kang Daria menjelaskan, lahan yang dipergunakan oleh Geodipa Energi itu seluas 2,6 ha, yang harus diganti, termasuk 8,9 ha yang harus diganti sebanyak 2 kali lipat dari penggunaan lahan tersebut 4 November 2018 dan 2021 yang harus diganti.
Bahkan tokoh masyarakat Kecamatan Pasirjambu, H. Dasep Kurnia Gunarudin, yang ikut menghadiri audensi tersebut meminta kejelasan pembayaran lahan yang dianggapnya sudah menyalahi perjanjian. Kalau memang sudah sepakat mengapa harus ada pengurangan pembayaran? Jelas hal ini sangat merugikan sekali masyarakat kecil,” tegas Dasep.
Dasep mengatakan saat PT Geo Dipa Energi melakukan sosialisasi menggunakan skenario atau melanisme Undang-Undang Nomor 22 tahun 2012, kalau lahan yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum. Ironisnya ditengah jalan, peraturan tersebut dilaksanakan dengan alasan lahan yang dipergunakan merupakan infrastruktur panas bumi.
Ironisnya masyarakat yang mengharapkan pembayaran dari lahan yang dipergunakan geo dipa untuk menyambung kehidupannya harus melakukan pinjaman ke renternir atau siapa saja yang bersedia memberikannya. Setelah realisasi jumlah yang sebelumnya permeter Rp200 ribu menjadi Rp40 ribu-Rp45 ribu, “Saya ingin meminta penjelasannya dari geo dipa terkait permasalahan ini,” ujar Dasep.
Selanjutnya untuk pemberdayaan masyarakat setempat atau sekitarannya, lebih tepatnya “setempat” itu tidak terjadi sama sekali. Untuk masuk sebagai Satpam saja, diungkapkan tokoh yang juga anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung dari Fraksi PKS itu, harus bayar uang terlebih dahulu.
Sementara itu, pimpinan rapat, Acep Ana, menuturkan usai menerima audensi, bahwa permasalahan itu ada bahasa bila tidak ditindak sesuai dengan perundang-perundangan maka akan berdampak pada masyarakat di masa depan. Untuk melengkapi keterangan itu, yang disebutkan Herni, mewakili DPMPSPT, bahwa secara normatif perizinan itu tidak ada masalah. Tapi untuk izin operasional kewenangannya ada di kementerian.
Dari pihak geo dipa energi, Aditia Rahman asisten amanger, menuturkan, kalau perusahaannya sudah menempuh jalur yang disesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Begitu juga dengan melayani masyarakat sudah dilakukannya.***