KAB. BANDUNG || bedanews.com — Sebelumnya luas lahan pertanian mencapai 31 ribu hektar, sekarang tinggal 13 ribu hektar akibat terjadinya alih fungsi lahan di wilayah Kabupaten Bandung. Selanjutnya dikatakan anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H. Firman B. Sormantri, bagaimana sisa lahan yang ada bisa diperhatikan keberadaannya, dan jangan sampai berubah.
Salah satu upaya untuk mengamankan lahan tersebut, Firman menambahkan, dengan dilindunginya lahan pertanian untuk menjamin kedaulatan pangan secara berkelanjutan. Bentuk perlindungan lahan pertanian tersebut yaitu dengan ditetapkannya kawasan untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) pada beberapa kecamatan, yang dikelompokkan dalam lahan basah dan lahan kering.
“Sebab ketersediaan data LP2B yang mencakup banyak data dalam bentuk spasial maupuan data hasil survey merupakan prasyarat penting mewujudkan upaya perlindungan LP2B sesuai amanat UU 41 tahun 2009, bisa menjadi acuan ketersediaan lahan berikut pengamanannya,” katanya di Gedung DPRD, Rabu 12 Januari 2022.
Dampak dengan terjadinya alih fungsi lahan itu sangat banyat, lanjut legislator dari Fraksi Golkar itu, diantaranya pada aspek perekonomia dan sosial masyarakat. Salah satunya bisa menyebankan banjir, longsor, atau bencana lainnya. Makanya ia mengharapkan semua pihak bisa memperlakukan lahan secara arif dengan tidak semena-mena.
Upaya mencegah semakin meluasnya alih fungsi lahan, ia mengemukakan, tumbuh kesadaran pemerintah untuk memberikan insentif kepada petani/buruh tani. Buruh tani biasanya dibayar di bawah Upah Minimum Regional (UMR), jelas itu sangat minus untuk bisa mencukupi kehidupannya.
“Selain itu buruh tani biasanya kaum orang tua, sedangkan orang mudanya lebih memilih bekerja di pabrik atau diperusahaan lainnya,” ujarnya.
Atas dasar kekurangan SDM atau mungkin ada kebutuhan lain, diungkapkannya, lahan itu bisa dijual pemiliknya. Akibatnya luas lahan akan berkurang kembali. Berbeda bila pemerintah memberikan insentif kepada buruh tani dengan membantu alat-alat pertanian, bibit, dan pengurangan PBB sebesar 50 prosen. Kemungkinan lahan itu akan dipertahankan karena kebutuhan para petani bisa terakomodir.
Lebih lanjut Firman menjelaskan, terjadinya alih fungsi lahan bisa terjadi berdasarkannjumlah penduduk, beras yang dikonsumsinya per hari berapa kilo, dikalikan selama satu bulan atau setahun. Selanjutnyanbandingkan dengan penghasilan dari sawah yang hanya 13 ribu hektar, bisa mencukupi atau tidak, orientasinya jelas akan mendatangkan swasembada beras.
Juga ketersedian lahan bagi investor-investor, menurutnya itu juga harus bisa tersedia. Biasanya perhitungan untuk ketersediaan lahan berdasarkan pantauan satelit. Sebab perhitungan dan pantauannya lebih tepat.
“Namun tetap tanpa ada campur tangan pemerintah, alih fungsi lahan bisa dianggap rawan,” pungkas Firman.***