Ia mencontohkan beberapa SWK, seperti Tegallega yang seharusnya menjadi simpul perdagangan dan jasa, namun justru muncul pembangunan taman bertema dinosaurus yang tidak sesuai rencana ruang.
“Sebagai warga asli Tegallega, saya pun tidak tahu mengapa harus ada dinosaurus di sana. Kita kehilangan cerita besar kawasan itu,” ujarnya.
Ia juga menyinggung Transit Oriented Development (TOD) untuk menghidupkan kembali simpul-simpul pergerakan kota, serta menyayangkan hilangnya sejumlah bangunan ikonik Gedung Premier di Cihampelas.
“Kita sering terjebak dalam glory of the past. Bandung dikenal sebagai galeri arsitektur, tapi kita harus berani membangun ikon baru yang visioner dan berkualitas,” katanya.
Farhan mengajak para arsitek untuk turut serta menjaga bangunan heritage kota, seperti Gedung Indonesia Menggugat, Rumah Inggit Garnasih, hingga Aula Barat ITB.