Kondisi tersebut mendorong terjadinya “tightly export control” atas high-tech system yang akan digunakan untuk keperluan pertahanan, dan juga. Negara produsen high-tech menggunakan prinsip “securitization” pada jenis high-tech tertentu dalam pengembangan sistem senjata militer dengan kebijakan terstruktur untuk melindungi “chokepoint technology” dan keeping owns local high-tech. “Akibatnya, muncul tantangan baru dalam bidang pengembangan sistem persenjataan militer, terutama dalam aspek transfer of knowledge and information, high-technology supply chains. Akhirnya, strategic partnership agreement menjadi pilihan kebijakan bagi negara produsen high-tech agar dapat dilakukan high-tech transfer (political approach),” ungkap Kapusjianstralitbang TNI.