KAB. BANDUNG || bedanews.com — Menyoroti permasalahan pemyimpangan seksualitas di sejumlah daerah yang menimbulkan kekuatiran warga di wilayah Provinsi Jaea Barat, khususnya di Kabupaten Bandung, menurut H. Sugianto, harus di ambil dengan segera membuat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perihal tersebut.
Kang Sugih sapaan akrab Ketua DPRD Kabupaten Bamdung itu, menambahkan, bahwa Raperda itu akan dirancang atas dasar kekuatiran serta aspirasi masyarakat yang bercermin dengan terkait kasus-kasus penyimpangan seksualitas.
Bahkan legislator dari Fraksi Golkar itu mengakui, kalau dulu kasus penyimpangan seksual cukup banyak, seperti di pesantren, ada oknum ustadz yang melakukan pelecehan seksual. Selain itu melalui data statistik yang ada di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung, masih terdapat sejumlah permasalahan terkait pelecehan serta penyimpangan seksualitas.
“Melalui dasar tersebut yang didukung oleh peraturan perundang-undangan di atasnya, pihaknya akan mendorong Kabupaten Bandung agar mengambil langkah preventif. Supaya tidak terjadi penyebaran penyimpangan seksual tersebut. Nanti maksimalisasinya pertama di sosialisasi baik di eksekutifnya maupun di kami DPRD,” kata Kang Sugih di Gedung DPRD Kabupaten Bandung, Kamis 9 November 2023.
Dari hasil pengamatan serta data statistik DP2KBP3A Kabupaten Bandung, lanjut Kang Sugih, persoalan penyimpangan seksualitas tergolong jadi perhatian, sebab grafiknya sempat mengalami peningkatan.
“Nanti setelah tersosialisasi ke semua komponen, karena jika Raperda ini ditetapkan maka akan dianggap seluruh masyarakat ini paham tentang substansi Raperda tersebut,” ungkapnya.
Ia mengunkapkan, pihaknya juga akan mendorong agar Pemkab Bandung turut merealisasikan, melalui terbitnya Peraturan Bupati (Perbup). Karena Perbup ini adalah aturan operasional yang akan nanti lebih teknis menyentuh kepada seluruh komponen masyarakat.
Dengan upaya Raperda yang dirancang terkait penyimpangan seksualitas hingga ditetapkan jadi Perda itu, diharapkannya, bisa menjadi rambu-rambu bagi para pelaku agar kasus-kasus dapat tercegah dan diminimalisir.
“Bahwa hukum konfensional, sesungguhnya kalau kita sadar hukum agama ini lebih dulu lahir dan itu jadi sebuah keyakinan, dogma kita sebagai umat Islam,” imbuhnya.
Kang Sugih menerangkan, berangkat dari aturan hukum konfensional tersebut, diformalkan dengan Perda maka bisa lebih cepat reaksinya, dalam mencegah perbuatan-perbuatan terkait penyimpangan seksualitas
“Karena Perda ini nanti tindakan formalnya bisa dilakukan yaitu melalui peran Satpol PP, misalkan ada indikasi pergaulan bebas di sini Satpol PP bisa bereaksi lebih cepat sebagai penegak Perda kalau hukumnya formal,” ia menjelaskan.
Akan tetapi, sambung Kang Sugih, peran masyarakat sekitar pun tak dapat dipungkiri menjadi faktor penting, dalam pencegahan perilaku penyimpangan seksual.
“Seperti tokoh masyarakat punya peran penting memberikan contoh dan edukasi bagi warga sekitar, untuk bisa melakukan pencegahan serta memberikan perlindungan bagi perempuan juga anak-anak,” pungkasnya.***