BANDUNG — Digitalisasi hadir sebagai salah satu arus yang menjadi penggerak zaman. Arusnya terasa semakin deras saat pandemi COVID-19 melanda. Masyarakat berbondong-bondong bermigrasi menggunakan beragam piranti teknologi digital, dari sekadar untuk berinteraksi, bekerja, hingga bertransaksi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi. Hampir semua sisi kehidupan manusia disusupi oleh modus operasi perangkat teknologi.
Bank Indonesia (BI) mengestimasikan nilai transaksi uang elektronik tumbuh empat kali lipat dari Rp47,5 triliun di 2019 menjadi Rp201 triliun pada 2020. Aliran uang belanja ratusan triliun itu tentu saja mengucur ke kantong-kantong pengelola bisnis daring, dalam hal ini UMKM sebagai pelaku utamanya.
Sayangnya, belum semua UMKM di Indonesia mampu mendapat jatah kue pendapatan dari penjualan digital itu. Baru ada sekitar 8 juta dari 64 juta UMKM dalam negeri yang telah melakukan perambahan digital. Tak mengherankan bila pemerintah kemudian memasang target penambahan UMKM Go Digital secara berkala untuk mencapai angka 30 juta UMKM Go Digital pada 2030.