Bandung, Bedanews.com
Guru Besar Ilmu Manajemen,UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof.Dr.Lilis Sulastri, MM., menjelaskan bahwa Demokrasi Indonesia kini memasuki fase baru, fase algoritma, di mana ruang digital menjadi arena perebutan kuasa dan informasi menjadi komoditas serta senjata politik. Media sosial, mesin pencari, dan aplikasi pesan instan bukan lagi sekadar alat komunikasi, tetapi juga mesin produksi opini publik yang menentukan apa yang dianggap penting dan siapa yang dipercaya.
Demokrasi Digital: Harapan dan Tantangan
Menurut Prof.Lilis, demokrasi modern berawal dari asumsi keterbukaan informasi, di mana warga negara dianggap mampu menimbang informasi secara rasional untuk mengambil keputusan. Namun, di ruang digital, harapan ini sering berubah menjadi ilusi. Ledakan informasi tidak otomatis berarti literasi, dan kuantitas informasi yang melimpah justru kerap menenggelamkan kualitas.











