Sekretaris Jenderal PERHAKHI, Pitra Romadoni Nasution, SH, MH. (Foto Ist).
JAKARTA || Bedanews.com – Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Penasihat dan Konsultan Hukum Indonesia (PERHAKHI), Pitra Romadoni Nasution, S.H, M.H menyampaikan tanggapan resmi terkait pernyataan Menko Hukum dan HAM IMPAS, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, yang menyebut organisasi advokat di luar Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H, M.M, bukan sebagai organisasi profesi melainkan ormas.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, organisasi advokat adalah wadah profesi yang berfungsi untuk mengatur, membina dan mengawasi profesi advokat. Pasal 28 ayat (1) UU Advokat secara eksplisit menyebutkan bahwa advokat berhimpun dalam satu wadah organisasi profesi. Namun, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 014/PUU-IV/2006 telah memberikan tafsir bahwa “satu wadah” tidak dimaknai sebagai organisasi tunggal, melainkan organisasi profesi yang menjunjung prinsip kebebasan berorganisasi sesuai dengan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Dalam hal ini, keberadaan organisasi advokat selain PERADI, termasuk PERHAKHI yang merupakan organisasi advokat, merupakan bagian dari wujud kebebasan berorganisasi sebagaimana dijamin oleh konstitusi.
PERHAKHI, sebagaimana organisasi advokat lainnya, dibentuk sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan memiliki legalitas yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, PERHAKHI menjalankan fungsi organisasi profesi, termasuk pembinaan dan peningkatan kompetensi advokat, serta pengawasan terhadap kode etik advokat, sebagaimana diamanatkan dalam UU Advokat.
“Pernyataan yang menyebut organisasi advokat di luar PERADI sebagai “bukan sebagai organisasi profesi melainkan ormas” bukan hanya menyesatkan secara hukum, tetapi juga berpotensi menciptakan stigmatisasi yang tidak berdasar terhadap organisasi advokat lain yang telah menjalankan peran dan fungsi strategis dalam mendukung sistem peradilan di Indonesia,” tandas Pitra melalui keterangannya, Jum’at (13/12).
Menurut Pitra, Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Oleh karena itu, setiap pernyataan publik, terutama yang berasal dari pejabat negara, harus didasarkan pada prinsip kepastian hukum dan tidak boleh bertentangan dengan semangat konstitusi.
Prinsip kebebasan berorganisasi adalah bagian dari hak asasi manusia yang diakui secara internasional melalui Universal Declaration of Human Rights (Pasal 20) dan International Covenant on Civil and Political Rights (Pasal 22), yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005.
PERHAKHI berdiri dengan visi untuk memperkuat kapasitas advokat dan memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan hukum di Indonesia. Kami menjunjung tinggi kode etik advokat, berkomitmen pada profesionalisme dan senantiasa berkontribusi aktif dalam meningkatkan kualitas sistem hukum nasional.
“Kami menilai bahwa, pernyataan Menteri Hukum dan HAM tersebut tidak mencerminkan apresiasi terhadap keberagaman dan kontribusi organisasi advokat di Indonesia. Oleh karena itu, kami mengimbau agar pejabat negara lebih bijak dalam memberikan pernyataan publik yang berkaitan dengan profesi advokat demi menjaga marwah dan integritas profesi hukum di tanah air,” imbuhnya.
PERHAKHI menegaskan komitmennya untuk terus menjalankan peran sebagai organisasi advokat yang profesional dan berintegritas. Kami juga mendorong dialog konstruktif antara seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, untuk memperkuat sistem hukum dan keadilan di Indonesia.
“Demikian tanggapan ini kami sampaikan sebagai bentuk klarifikasi sekaligus upaya menjaga martabat profesi advokat di Indonesia,” pungkasnya. (Red).