MANADO, BEDAnews – Sekretariat Bersatu Sulawesi Utara (Sekber Sulut) menyatakan sikap atas pelaporan yang dilakukan oleh TPDI (Tim Pembela Demokrasi Indonesia) Sulut terhadap Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Langie ke Mabes Polri yang dianggap tidak netral dalam tahapan Pilkada.
Sikap tersebut dikatakan oleh sejumlah tokoh dalam Sekber Sulut, antara lain Pdt Renata Ticonuwu, Max Togas, Stephen ‘Babe’ Liow, John Hes Sumual dan Jemmy Timbuleng, kepada awak media, Jumat (22/11/2024).
“Tentunya kita punya kewajiban menghormati hak setiap warga negara untuk membuat laporan ke institusi penegakkan hukum, termasuk melaporkan kapolda. Itu sudah diatur Undang-Undang, tetapi pelaporan tersebut harus memiliki dasar kuat dan tidak melakukan dugaan intervensi proses penegakkan hukum yang sedang dilakukan oleh jajaran Polda Sulut, khususnya dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi,” tegas Jemmy Timbuleng.
Sementara itu, John Hes Sumual mengkritisi pernyataan TPDI Sulut yang dinilai berlebihan karena telah menghakimi Kapolda Sulut di sejumlah media massa.
“Sebagai orang yang berwawasan ilmu hukum, seharusnya Novie Kolinug Cs paham cara berbicara. Sebelum masuk ke sidang pengadilan, jangan mendahului untuk menghakimi dan menyerang kapolda di depan umum,” ujar John Hes Sumual.
Ditambahkan oleh Renata Ticonuwu, pelaporan yang dilakukan oleh TPDI Sulut ke Bawaslu dan Mabes Polri ini bermuatan politis yang justru mengusik stabilitas dan tatanan masyarakat yang saat ini berjalan damai.
“Novie Kolinug Cs melaporkan Kapolda Sulut ke Mabes Polri diduga kuat kental dengan muatan politis kelompoknya, mereka tidak murni perjuangkan demokrasi secara utuh, malah berpotensi sengaja memperkeruh stabilitas dan tatanan masyarakat yang berkeinginan kuat melenyapkan korupsi yang selama ini menjadi salasatu penghambat pembangunan di Sulut,” kata Renata yang juga Walian Wangko Ormas Adat Brigade Manguni Indonesia.
“Dukungan masyarakat terhadap jajaran Polda Sulut untuk sikat habis para pelaku korupsi ini sudah jelas dan nyata, termasuk melalui karangan bunga yang berjajar di halaman Kantor Polda Sulut, itu jadi satu bukti,” tambahnya.
Dijelaskannya lebih lanjut bahwa kini masyarakat sedang menanti ketegasan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam menjalankan program Asta Cita, diantaranya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang tertuang di poin ke-7 Asta Cita.
“Kita selaku ormas adat mendukung penuh Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, antara lain pemberantasan korupsi yang ada di poin ke tujuh. Dan langkah-langkah penegakkan hukum oleh aparat kepolisian dan kejaksaan serta KPK di 100 hari pemerintahan baru ini terhadap kasus korupsi bukan hanya ada di Sulut, tetapi serentak di seluruh Indonesia. Kepala desa hingga pejabat pemerintah daerah maupun pusat serta pengusaha nakal yang terindikasi kasus korupsi sudah mulai banyak dipanggil dan diperiksa.” paparnya.
Jadi, lanjutnya, jangan ada upaya untuk menghambat atau menghalang-halangi jajaran Polda Sulut dengan membawa dan menyeret penegakkan hukum ini ke persoalan politik, karena merupakan entitas yang berbeda.
Kesempatan yang sama, Max Togas, menilai laporan TPDI terhadap Kapolda Sulut ke sejumlah lembaga dan institusi tersebut adalah bentuk framing, karena tuduhannya belum tentu terbukti secara nyata.
“Tuduhan kepada Kapolda Sulut bisa jadi tidak terbukti secara nyata. Kalau terbukti ada kapolda mengintimidasi, dari sudut pandang apa dan kepada siapa? kalau nanti terbukti tidak benar, maka Novie Kolinug Cs sudah memperkeruh situasi, kami tentu akan memperkarakannya,” ujar Max Togas.
Ia juga menyayangkan pernyataan Novie Kolinug yang membanding-bandingkan Kapolda Sulut putra daerah yang terdahulu dan sekarang.
“Dia (Novie Kolinug) membandingkan kapolda terdahulu dan yang sekarang dengan alasan dan kepentingan yang tidak jelas, itu provokasi. Itu tidak benar, adat dan budaya kita tidak memusuhi saudara sendiri,” tegasnya.
Selanjutnya, Max Togas juga menyikapi pernyataan TPDI Sulut yang membawa-bawa nama GMIM.
“Ingat, GMIM bukan milik TPDI atau kelompok tertentu. GMIM milik masyarakat. Sejauh ini masyarakat secara umum bersikap tenang dan damai, tidak resah seperti yang disebutkan. Jangan generalisasi keresahan kelompoknya dengan membawa nama masyarakat secara umum,” ujar Max Togas lagi.
Sebagai informasi, Polda Sulut tengah memeriksa dana hibah dari Pemprov Sulut ke GMIM sebesar Rp21,5 miliar rentang tahun 2020 – 2023. Kasus tersebut kini sudah naik dari penyelidikan ke tahap penyidikan dan sedang menunggu hasil audit BPKP. Pada kasus ini, Polda Sulut telah memeriksa 15 orang saksi dan masih berlanjut.**